Tradisi Ekstrem, Lelaki hanya Jadi Pejantan Perempuan Berkuasa, Tak Ada Pernikahan

Kamis 06-07-2023,09:53 WIB
Reporter : Tim liputan

BACA JUGA:Menurut Primbon Jawa, Garis Tangan Pemilik Tanggal Lahir Ini Mudah Cari Uang

“Dari segala sisi, lelaki Mosuo adalah feminis," kata Waihong. "Anak-anak lelaki merawat saudara-saudara mereka yang masih bayi. Seorang lelaki tua Mosuo pernah menyuruh saya menunggu, untuk melakukan pembicaraan bisnis, sampai dia selesai memandikan dan mengganti popok bayi kembar dalam keluarganya,” kenang Waihong.

Tak adanya pernikahan dan konsep ayah, hubungan antara lelaki dan perempuan hanya didasarkan cinta atau kesenangan semata. “Semua perempuan Mosuo pada dasarnya lajang," kata Waihong.

Meski demikian, karena hidup berpusat pada ibu, maka memiliki anak bagi perempuan Mosuo sangat penting. Para gadis remaja Mosuo sangat ingin memiliki anak. “Ketika menjadi ibu, hidup seperti sudah sempurna," imbuh Waihong.

Lalu apa yang terjadi ketika seorang perempuan tak memiliki anak? Bagaimana jika mereka cuma memiliki anak lelaki? “Mereka akan secara resmi mengadopsi anak. Lebih sering mengadopsi anak sepupu dari garis keturunan ibu," beber Waihong.

Tetapi kini perubahan mulai terasa. Sejak aliran turis dari kota mulai masuk di awal era 1990an, diiringi dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan dan bandara, cara hidup suku Mosuo mulai ditinggalkan oleh generasi mudanya.

Separuh perempuan Mosuo berusia 30an tahun sudah tinggal dan menikah bersama lelaki pasangan mereka. Mereka memiliki anak dan tinggal bersama. Sebagian kecil lelaki dan perempuan dalam komunitas itu juga menikah dengan orang dari luar komunitas Mosuo dan pergi ke kota lain. 

BACA JUGA:Nasibnya Jadi Orang Kaya, Shio Ini Tidak Pernah Kekurangan Uang

 

Adu Jantan Lewat Tradisi Presean

 

Sementara itu, dua orang pria tengah berdiri dengan gagahnya di arena pertarungan. Keduanya akan menguji kejantanan sebagai pria. Keduanya beradu tangkas untuk saling menyerang dengan bantuan tongkat (penyalin) dan tameng (ende). Tongkat yang digunakan dalam presean terbuat dari rotan.

Dua pria yang saling berhadapan di hadapan banyak orang ini disebut sebagai pepadu, dan permainan yang akan dilakukan bernama Presean. Kesenian yang telah berkembang menjadi tradisi Suku Sasak ini diperkirakan telah berusia ratusan tahun.

Ada yang mengatakan bahwa presean merupakan bentuk luapan emosi setelah melakukan peperangan. Ada juaga yang menyebut bahwa presean bagian dari ritual untuk memanggil hujan. Ritual pemanggilan hujan dilakukan pada bulan ke tujuh kalender Sasak.

Meskipun dalam pagelarannya terdapat unsur kekerasan, namun presean sejatinya membawa nilai – nilai positif. Setiap pepadu atau petarung harus memiliki jiwa sportif yang tinggi. Tidak boleh ada unsur dendam dalam setiap pertarungan karena tujuan dari presean adalah media persahabatan. Terdapat wasit yang akan mengawal setiap pertarungan.

Dalam praktiknya tiap pukulan tidak boleh disertai emosi. Pukulan yang dilayangkan hanya sebatas upaya untuk mengalahkan lawan. Karena dalam pagelarannya sendiri ditujukan untuk menjalin hubungan persahabatan antar pria di Suku Sasak. Sportifitas dijunjung tinggi dalam tradisi ini. Hal ini menunjukkan bahwa sejak dulu nilai-nilai sportifitas telah ditanamkan oleh Suku Sasak.

Kategori :