Tan Bun dan prajuritnya akhirnya menyelam untuk mengambil delapan guci yang sudah dibuang tadi.
Siti Fatimah, sudah diberi tahu Tan Bun dan prajuritnya menyelam, menunggu di atas kapal. Hari sudah semakin sore, tapi Tan Bun dan prajuritnya tak kunjung kembali dari Sungai Musi.
Siti Fatimah pun bertekad menyusul calon suaminya dan berpesan pada dayangnya untuk tidak mengikutinya.
Ia juga berkata, jika ada gundukan tanah yang muncul dari Sungai Musi, itu berarti adalah kuburannya.
Belum sempat dayang mencegahnya, Siti Fatimah melompat ke dalam sungai.
Dayang menunggu hingga pagi datang. Namun, Tan Bun, prajuritnya, dan Siti Fatimah belum muncul juga.
Dayang pun melihat gundukan tanah muncul dari dalam Sungai Musi. Itu artinya Siti Fatimah telah meninggal dunia.
Lama-kelamaan gundukan tanah tersebut menjadi sebuah pulau yang hingga sekarang dikenal sebagai Pulau Kemaro.
BACA JUGA:Menjaga Kesehatan Tulang Sejak Dini dengan Konsumsi Air Mineral pH Tinggi, Berikut Rekomendasinya
Kini, pulau tersebut sudah menjadi tempat rekreasi bagi masyarakat. Di tempat ini juga terdapat sebuah vihara China yaitu klenteng Hok Tjing Rio.
Ritual Mencari Jodoh
Pulau Kemaro, merupakan sebuah kawasan wisata di Sungai Musi. Di pulau ini, ada mitos tentang pohon cinta dan ritual mencari jodoh. Seperti apa kisahnya?
Pulau Kemaro terletak tidak jauh dari Jembatan Ampera. Pulau Kemaro terletak tepat di antara Pabrik Pupuk Sriwijaya dan Sungai Gerong di pusat Kota Palembang, Sumatera Selatan.
Sebagai wilayah yang terkenal akan berbagai keunikan dan sejarah-sejarah peninggalannya, menjadikan Sumatera Selatan sebagai wilayah yang memiliki aset dan potensi yang dapat dikembangkan baik dalam sektor pariwisata.
Di bidang pariwisata, salah satunya adalah Pulau Kemaro. Pulau ini memiliki pesona alam yang indah dan identik dengan kota Tiongkok dan masyarakat Tionghoa serta adat istiadat dan kehidupan asli masyarakat Palembang.
Daya tarik wisata sejarah yang ada di pulau Kemaro berupa adanya peninggalan-peninggalan sejarah seperti Pagoda berlantai 9, Makam putri Sriwijaya, Klenteng Hok Tjing Rio, dan Kuil Buddha.