Munculnya Sholawat Asyghil berasal jauh pada masa akhir Dinasti Bani Umayyah yang berkuasa tahun 41-133 H/ 661-750 M dan awal berdirinya Dinasti Bani Abbasiyyah.
BACA JUGA:Pelajaran Hidup, Abu Nawas Kerjain Hakim yang Mata Duitan
Pergantian tampuk kekuasaan menjadikan kehidupan politik, sosial bahkan keagamaan menjadi terguncang. Ketidak-stabilan politik berimbas kekacauan dimana-mana.
Pencetus Sholawat ini adalah adalah cucu urutan ke lima Rasulullah SAW yaitu Jafar bin Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali Al-Murtadlo suami dari Fatimah Az-Zahra putri Rasulullah.
Imam Jafar ini kemudian terkenal dengan Jafar Ash-Shadiq. Beliau merupakan induk sanad dari Abu Hanifah (pendiri Madzhab Hanafi) dan Imam Malik bin Anas (pendiri Madzhab Maliki).
Sanad Imam Syafii merujuk pula kepada Imam Malik bin Anas. Oleh karenanya, pencipta Sholawat ini merupakan induk keilmuan yang legitimate dalam dunia Islam. Selain seorang cucu Rasulullah, Imam Jafar Ash-Shadiq juga orang yang sangat berilmu.
Shalawat Asyghil dahulu tidak terlalu familiar dengan telingan orang-orang Islam di Nusantara, sampai beberapa waktu belakangan di populerkan dan di ijazahkan oleh Ulama-ulama Moderat.
Penelusuran tentang sholawat Asyghil ternyata tertulis dalam kitab Al-Kawakibul Mudhiah fi Ash-Shalati Ala Khairil Bariyyah atau dalam bahasa Indonesia bermakna “Gemintang Gemerlap dalam bershalawat kepada Sebaik-baiknya Kebaikan/ Rasulullah”.
BACA JUGA:Abu Nawas Ada Dongeng, Sangat Jitu, Siapa saja yang Membaca atau Mendengarnya Pasti Tertidur
Kitab ini merupakan karya tangan seorang Habib dari Tanah Tarim yaitu Habib Ahmad bin Umar bin Ahmad bin Aqil bin Muhammad bin Abdullah bin Umar Al-Hinduan al-Baalawi.
Pengarangnya lebih terkenal dengan nama Habib Ahmad bin Umar Al-Hinduan. Habib yang tumbuh besar di Tarim Yaman, dan sering mengunjungi India untuk berdakwah di sana.
Habib Ahmad bin Umar Al-Hinduan wafat pada tahun 1122 H dan di makamkan di Tarim Yaman.
Shalawat Asyghil bermakna Shalawat untuk menyibukkan, atau mengalihkan. Kata (أَشْغِل) dalam bahasa Indonesia bermakna “Sibuk”. Maksud tujuannya adalah mengalihkan perhatian orang dzalim kepada orang-orang yang dzalim juga, jangan sampai mencederai orang-orang yang baik.
Nisbat Sholawat ini kepada salah satu wali besar yang merupakan ulama beken di zamannya Sayyidina al-Imam al-Habib Ahmad Bin Umar al-Hinduan Al-Baalawi.
Shalawat ini sering dibaca oleh para Ulama Nusantara dalam berbagai acara istighatsah (doa bersama) serta dibaca oleh masyarakat luas diberbagai masjid, mushalla dan majelis-majelis taklim.
Dengan wasilah perantara sholawat ini, umat Muslim selain memohonkan sholawat dan salam atas Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan sahabatnya.