Bola Api

Minggu 28-08-2022,00:00 WIB
Reporter : septi fitriani
Editor : septi fitriani

Oleh: Dahlan Iskan

DPR telah kompak memuji Kapolri. Itu tecermin dari rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan Kapolri dan jajarannya. Tiga hari lalu. Yakni untuk membahas penanganan peristiwa Duren Tiga Jakarta.

Penanganan kasus pembunuhannya memang sudah menggelinding sampai ke kejaksaan. Tapi opini publik sudah berkembang jauh. Jauh sekali. Sampai ke mafia perjudian, tambang batu bara ilegal, tambang nikel gelap, dan lembaga di luar struktur Polri. Bahkan sampai ke soal gaya hidup hedonis di lingkungan Polri.

Istilah \'\'saweran Sambo sampai di mana-mana\'\' juga muncul di sekitar perkara ini –padahal Farel yang menyanyi di halaman istana saja tidak ada yang nyawer.

Istilah \'\'oknum\'\' tidak laku lagi. Padahal biasanya kata oknum bisa jadi jalan keluar di banyak kasus yang menyangkut aparat. Kasus Sambo ini tidak bisa lagi dibilang oknum. Rombongannya begitu masal. Yang diperiksa saja 93 personel. Belum lagi yang namanya disebut di skema-skema yang beredar di medsos.

Saya bisa membayangkan betapa sumpek suasana kebatinan Kapolri. Terlalu banyak yang harus ditindak. Terlalu banyak tekanan. Dari dalam. Dari luar. Dari bawah. Dari atas.

UU pemisahan Polri dari TNI telah membuat Polri langsung di bawah presiden. Presiden-presiden sebelum Pak Jokowi periode ke-2 mungkin senang-senang saja. Polri justru bisa dipakai alat langsung untuk mendukung visi-misi seorang presiden. Tapi begitu ada masalah yang demikian berat sekarang ini nama presiden langsung terkait: harus mencari jalan keluar.

Tidak mudah.

Jangan-jangan presiden juga sulit mencari pilihan: siapa orang di dalam Polri yang tidak terkait Sambo dan sawerannya. Mungkin ada. Tapi juga sulit mencari orang dalam seperti tergolong netral. Yang tidak terkait dengan kubu-kubu yang ada di dalam.

Padahal tuntutan rakyat sangat jelas: Polri harus direformasi. Tapi tidak mungkin reformasi bisa dilakukan mendadak. Belum ada konsep yang siap pakai: Polri seperti apa yang diinginkan dalam reformasi itu. Paling singkat Polri baru bisa direformasi lima tahun lagi.

Lalu bagaimana Polri selama belum ada reformasi? Jangan-jangan Presiden Jokowi punya pikiran yang lagi saya pikirkan ini: untuk sementara Polri kembali ke bawah TNI, tapi bukan bagian dari TNI.

Tentu jajaran TNI sendiri harus ditanya: mau atau tidak. Purnawirawan jenderal bintang 4 yang saya ajak bicara tidak setuju itu. Tetap lebih baik TNI jangan urus sipil lagi. Sekarang ini TNI sudah bagus. Dengan nama yang harum. Jangan diseret lagi ke sana.

Memang ini juga sulit. Terutama dalam masalah anggaran. Anggaran untuk TNI itu diatur oleh Kementerian Pertahanan. Bukan oleh Panglima TNI. Padahal anggaran untuk Polri harus sangat besar. Apakah juga harus dikelola oleh Kementerian Pertahanan.

TNI sudah berpengalaman mereformasi diri. Dengan merelakan hilangnya kenikmatan yang begitu banyak dan luas. Maka Panglima TNI bisa membidani lahirnya konsep reformasi Polri. Tentu dengan melibatkan para intelektual yang ada di dalam Polri sendiri.

Ketika memisahkan Polri dari TNI, memang terjadi perdebatan: Polri menjadi di bawah siapa. Di banyak negara Polri di bawah kementerian dalam negeri. Sebagai penanda bahwa Polri bukan bagian dari militer.

Tags :
Kategori :

Terkait