Netanyahu memang memperingatkan Assad pada tanggal 27 November, hari dimulainya serangan pemberontak Suriah. Ia mengatakan rezim itu telah "bermain api" dengan mendukung Hizbullah dan membantu mentransfer senjata ke Lebanon.
Menurut seorang peneliti di Institut Studi Keamanan Nasional di Tel Aviv, Danny Citrinowicz, meskipun benar Israel membantu memicu berbagai peristiwa di Suriah, pernyataan Netanyahu tak sepenuhnya benar. Jatuhnya Assad merupakan konsekuensi yang tidak diinginkan.
"Jelas bahwa apa yang dilakukan Israel telah menyebabkan hal itu, tetapi saya ragu mereka memiliki strategi untuk melakukannya," katanya.
"Ia tidak pernah tahu bahwa Jolani bermaksud untuk memulai serangan," kata Citrinowicz, merujuk pada Abu Mohammed al-Jolani, kepala kelompok pemberontak Islamis yang memimpin serangan di Suriah.
Para analis juga menunjuk Rusia, pendukung militer utama rezim Bashat al-Assad, yang teralihkan oleh Ukraina sebagai faktor yang menyebabkan lain. Ini pun sesuatu yang berada di luar kendali Netanyahu.
"Ini seperti domino... Anda menjatuhkan yang pertama lalu yang kedua jatuh dan seterusnya," menurut pendapat lain, seorang analis di Meir Amit Center dan mantan perwira intelijen militer, Aviv Oreg, yang melihat memang ada pengaruh Israel.
"Hizbullah memiliki banyak sekali pasukan di Suriah dan sekarang mereka telah pergi atau pindah," katanya.
Saat ini, presiden Suriah yang digulingkan Bashar al-Assad dan keluarganya berada di Moskow. Ini dikatakan sumber Kremlin kepada kantor berita Rusia, beberapa jam setelah ia meninggalkan negara itu.
Pengumuman itu juga muncul saat Rusia, sekutu utama Bashar al-Assad, menyerukan pertemuan darurat dewan keamanan PBB mengenai situasi yang berubah cepat di negara yang dilanda perang itu.
Seorang pejabat Barat juga mengatakan mereka yakin itu kemungkinan besar terjadi dan tidak punya alasan untuk meragukan klaim Moskow.
"Assad dan anggota keluarganya telah tiba di Moskow," sumber itu mengatakan kepada kantor berita TASS dan Ria Novosti.
"Rusia memberi mereka suaka atas dasar kemanusiaan," tambahnya.
Di kesempatan yang sama, sumber Kremlin juga mengatakan pemberontak yang menggulingkan Assad dalam serangan kilat "menjamin keamanan pangkalan militer Rusia dan lembaga diplomatik di wilayah Suriah".
Rusia, pendukung terbesar Assad bersama dengan Iran, memiliki pangkalan angkatan laut di Tartus dan lapangan udara militer di Khmeimim.
Pasukan Moskow terlibat secara militer dalam konflik Suriah pada tahun 2015, memberikan dukungan bagi pasukan Assad untuk menghancurkan oposisi dalam perang saudara berdarah tersebut.
"Rusia selalu mendukung solusi politik untuk krisis Suriah. Titik awal kami adalah perlunya melanjutkan negosiasi di bawah naungan PBB," tambah sumber Kremlin tersebut.