Helmi Hasan Dalam Ancaman Politik Algoritma
Helmi Hasan, Gubernur Bengkulu--
Tak heran jika informasi seputar pemeriksaan Helmi Hasan lebih banyak dikemas dalam bentuk clickbait, potongan video tanpa konteks, dan opini liar yang jauh dari fakta.
Ruang publik digital pun berubah dari tempat diskusi menjadi arena pembantaian karakter. Fantasinya demikian rupa, seakan-akan Helmi Hasan sudah tersangka, didakwa, terpidana dan digantikan.
Kita tentu tak bisa melarang publik untuk membicarakan tokoh publik.
Namun ada garis batas yang mesti dijaga antara kritik dan fitnah, antara informasi dan manipulasi, antara penegakan hukum dan permainan politik.
Dalam konteks ini, peran media, baik konvensional maupun digital, menjadi sangat penting.
Media harus mampu menyajikan fakta, menjaga integritas, dan tidak ikut dalam arus polarisasi dan monetisasi berita. Media massa mengemban amanah untuk istiqomah menjaga marawah di tengah disrupsi informasi yang kian menganga.
BACA JUGA:Hasil SEA V League 2025, Megawati Cs Gagal Tundukkan Vietnam
Bagi publik, kehati-hatian dalam menyerap informasi dan kedewasaan dalam mencerna kabar menjadi penting.
Jangan biarkan algoritma, buzzer dan kliper menggiring opini kita.
Demokrasi tak bisa dibangun di atas puing-puing karakter orang lain.
Jangan campuradukkan proses hukum dengan motif politik dan sensasi digital.
Kita butuh keadilan, bukan kegaduhan. Kita butuh informasi, bukan manipulasi. Dan kita butuh pemimpin yang bisa dipercaya, bukan sekadar dijatuhkan.
Kedatangan Helmi Hasan ke Kejagung RI murni untuk memberi keterangan terkait perkara korupsi Mega Mall dan PTM yang kini ditangani Kejati Bengkulu.
Keterangannya dibutuhkan penyidik karena Helmi Hasan adalah mantan Wali Kota Bengkulu 2 periode.
Dia bukan saksi bukan pula tersangka, apalagi difantasikan sebagai terpidana, dipenjara dan ditanggalkan dari jabatannya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


