Iklan RBTV Dalam Berita

Fenomena Doom Spending! Belanja Bukan Lagi karena Kebutuhan tapi Obat Stres

Fenomena Doom Spending! Belanja Bukan Lagi karena Kebutuhan tapi Obat Stres

Mengkhawatirkan, fenomena doom spending belanja bukan karena kebutuhan tapi obat stres--

NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM – Fenomena doom spending! Belanja bukan lagi karena kebutuhan tapi obat stres.

Fenomena doom spending telah menjadi isu yang mengkhawatirkan, terutama di kalangan generasi Z dan milenial. Di tengah tantangan ekonomi yang semakin kompleks, banyak dari mereka yang merasa terjebak dalam siklus pengeluaran berlebihan sebagai respons terhadap ketidakpastian masa depan. 

Menurut data terbaru, sekitar 9,89 juta anggota generasi ini masih kesulitan menemukan pekerjaan, yang semakin memperparah situasi finansial mereka. 

BACA JUGA:Lindungi Keluargamu, Ini 10 Jenis Kekerasan Gender Berbasis Online yang Marak Terjadi di Indonesia

Dalam konteks ini, doom spending menjadi cara bagi banyak individu untuk mengatasi rasa cemas dan frustrasi yang muncul akibat kondisi ekonomi yang tidak menentu.

Apa itu Doom Spending?

Doom spending adalah istilah yang merujuk pada perilaku belanja impulsif yang dilakukan seseorang untuk meredakan stres atau ketidakpastian yang mereka rasakan. 

Fenomena ini biasanya muncul ketika individu merasa tertekan oleh berbagai faktor eksternal, seperti ketidakstabilan politik, perubahan iklim, dan ketidakpastian ekonomi. 

BACA JUGA:Ini 13 Sifat dan Kepribadian Orang yang Lahir di Bulan September, Beneran Nggak Ya?

Menurut Profesor Bruce Y. Lee dari City University of New York, banyak orang mengandalkan pembelian barang-barang untuk mengalihkan perhatian dari perasaan pesimis dan cemas yang menghantui mereka. 

Namun, di balik kesenangan sementara yang dihasilkan dari belanja tersebut, ada konsekuensi jangka panjang yang merugikan.

Kondisi finansial generasi Z dan milenial semakin memburuk, dengan data menunjukkan bahwa hanya 36,5% orang dewasa merasa lebih baik secara finansial dibandingkan orang tua mereka. 

Sebaliknya, 42,8% merasa bahwa kondisi mereka jauh lebih buruk. Hal ini menunjukkan bahwa ada pergeseran signifikan dalam kondisi ekonomi dari satu generasi ke generasi berikutnya.

BACA JUGA:Waduh! Didepan Kamera Konten Kreator Ini Beri Uang Rp5 Juta ke Seorang Kakek, Ternyata Aslinya Cuma Segini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: