
“Iya, sayang."
“Cobalah kau cari, siapakah yang masak sehingga baunya begitu nikmat. Mintalah sedikit untukku.”
Setelah dicari tahu, ternyata bau masakan itu berasal dari gubug yang hampir runtuh. Di situ ada seorang janda dan enam anaknya. Ali bin Al Muwaffiq mengatakan kepadanya bahwa istrinya sedang ingin masakan yang ia masak, meski hanya sedikit.
Janda itu diam dan memandangnya. Tukang sol sepatu itu kembali mengulangi perkataannya. Akhirnya dengan perlahan ia mengatakan, “Tidak boleh, tuan"
BACA JUGA:Di Surga dan Neraka Lebih Banyak Laki-laki atau Perempuan? Ini Jawabannya
“Dijual berapapun akan saya beli.” Ali bin Al Muwaffiq mencoba menawar demi istrinya.
“Makanan itu tidak dijual, tuan," katanya sambil berlinang air mata.
“Kenapa?"
Sambil menangis, janda itu menjawab, "Daging ini halal untuk kami dan haram untuk tuan"
Dalam hati Ali bin Al Muwaffaq bertanya, "Bagaimana mungkin ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya, padahal kita sama-sama muslim?"
Karena itu, ia mendesaknya lagi dan bertanya, "Kenapa?"
Janda itu bercerita, sudah beberapa hari ini keluarganya tidak makan. Di rumah sama sekali tak ada makanan. Hari ini ia melihat keledai mati, lalu diambil sebagian dagingnya untuk dimasak lalu dimakan.
“Mendengar ucapan tersebut, saya menangis, kemudian kembali pulang. Aku ceritakan perihal kejadian itu pada istriku, ia pun menangis. Hingga akhirnya, kami memasak makanan dan mendatangi rumah janda tersebut,” kata Ali bin Al Muwaffiq ke Abdullah Al Mubarak.
BACA JUGA:Syekh Kiramatullah Ungku Saliah, Fotonya Banyak Dipajang di Rumah Makan Padang, Ini Karomahnya
Selain makanan, Ali bin Al Muwaffiq juga memberi uang peruntukkan haji sebesar 350 dirham pun kepada keluarga janda itu.
"Pakailah uang ini untukmu sekeluarga. Gunakanlah untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi,” katanya.