Lagi-lagi, sebenarnya ini bukan keharusan. Tak ada pasal hukum yang menjeratmu bila kamu tidak mengembalikan sumbangan ke temanmu. Tapi lagi-lagi, rasa pekiwuh itulah yang membuatmu merasa wajib untuk mengembalikan sumbangan, bila tak mau jadi omongan di belakang.
Populernya tradisi ini membuat undangan yang datang saat kantong kering jadi mengerikan. Beberapa memilih untuk memasukan amplop kosong agar tak ketahuan
Tradisi ngamplop yang mendarah daging ini menjadi dilema tersendiri. Di musim-musim ‘kawinan’ dalam sebulan bisa saja ada 3-4 teman yang menikah.
BACA JUGA:Dahsyatnya Baca 100 kali Istighfar Setiap Hari, Dosa Diampuni, Rezeki Mengalir Deras
Bila kantong sedang kering kerontang menunggu gajian yang tak kunjung datang, sebuah undangan bisa sangat mengerikan. Mau tidak datang, rasanya sungkan karena baiknya pertemanan. Tapi datang tanpa ‘bawa sesuatu’ juga akan sangat memalukan. Mungkin karena inilah banyak fenomena amplop kosong tanpa nama.
Makin ke sini, nilai sosial ‘ngamplop’ sebagai simbol gotong royong makin terkikis. Tergantikan transaksi balas budi yang dihitung dengan untung atau rugi
Ngamplop dengan tujuan saling membantu, berbagi rezeki, atau gotong royong tentu tidak ada salahnya. Namun bagi sebagian orang, pernikahan bisa dijadikan semacam transaksi bisnis.
Memang sebuah pernikahan tidak murah. Terkadang untuk menggelar pesta yang wah dan mengundang decak kagum undangan, pemilik hajat harus berutang ke sana ke mari.
Harapannya, kotak sumbangan yang ditaruh di sebelah penerima tamu nanti bisa menjadi ‘penutup’ biaya-biaya yang sudah dikeluarkan. Yang merasa sudah menyumbang, tapi yang disumbang tidak mengembalikan juga bisa mengundang kecewa dan amarah. Kalau sudah begini, filosofi saling membantu berubah jari memberi dengan pamrih.
Namun ternyata tradisi ini tidak hanya di Indonesia. Di Korea bahkan jumlah ‘sumbangan’ ditulis sendiri di buku tamu. Di Korea, tradisi yang sama juga masih berjalan hingga sekarang.
BACA JUGA:Benarkah Orang yang Sudah Meninggal Dunia Tahu Saat Kita Ziarahi? Ini Penjelasannya
Saat menghadiri pernikahan teman atau kolega, kamu juga perlu membawa hadiah dan uang dengan jumlah yang bervariasi sesuai dengan kepantasan.
Kalau di Indonesia cukup memasukkan amplop di tempat yang sudah disediakan, di Korea kamu juga harus menuliskan jumlah uang sumbanganmu di buku tamu.
Bakal keliatan banget ya kalau sumbangannya sedikit. Uniknya lagi, uang yang diberikan harus dalam kondisi baru. Kalau uangmu sudah lecek-lecek karena terlalu sering pindah tangan, kamu harus tukarkan dulu di bank.
Meskipun sudah dinggap tradisi yang lumrah, ada juga warga Indonesia yang tidak mau menerima sumbangan amplop jika mengadakan acara. Ada yang memang sudah terlalu kaya dan mungkin tidak butuh uang. Tapi sebagian besar yang menolak tradisi ngamplop berangkat dari keyakinan bahwa tidak sebaiknya mengambil keuntungan atau uang dari tamu, jika benar-benar tulus mengundang.
Tapi lagi-lagi, semuanya kembali pada masing-masing pribadi. Menyumbang pun tak apa, asalkan dengan niat tulus untuk membantu sesama. Bukan untuk mengharapkan uang itu kembali kelak dengan nominal yang berlipat ganda.