• Pengumpul nira/aren atau buah-buahan lain yang kemungkinan dikonsumsi kelelawar buah
• Petugas kesehatan yang melakukan perawatan terhadap pasien terinfeksi virus Nipah
• Tenaga laboratorium yang melakukan pengelolaan spesimen pasien terinfeksi virus Nipah
• Keluarga atau kerabat yang merawat pasien terinfeksi virus Nipah
Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa virus Nipah merupakan highly pathogenic virus dan hingga saat ini belum ditemukan vaksinnya. Karena itu virus ini berpotensi menjadi wabah (pandemic dan/atau endemic) dengan kemungkinan meninggalnya yakni 75%. Artinya dari 4 orang yang terdeteksi, maka 3 orang umumnya akan meninggal.
Catatan virus Nipah di peternakan babi
Berdasarkan data Kemenkes, Kejadian Luar Biasa (KLB) terkait virus Nipah dilaporkan pada September 1998 di peternakan babi di Kampung Sungai Nipah, Malaysia. KLB kedua terjadi di negara bagian Negeri Sembilan pada akhir Desember 1998.
Sebagian besar pasien mengalami ensefalitis (radang otak) akut, dan beberapa mengalami gangguan pernapasan.
Pada Maret 1999, peneliti berhasil mengkonfirmasi virus penyebabnya merupakan virus Nipah. Kontak dengan babi terinfeksi menjadi sumber utama penularan ke manusia.
BACA JUGA:4 Provinsi Penghasil Timah di Indonesia, Nomor 2 Bukan Bangka Belitung
Pada Mei 1999 KLB berhasil dikendalikan. Total kasus yang dilaporkan sebanyak 265 kasus dan 105 kematian dengan angka kematian 39,6%. Selama KLB, Malaysia memusnahkan lebih dari 1 juta ekor babi.
Beberapa orang pun dapat mengalami pneumonia atopik dan gangguan saluran pernapasan berat. Pada kasus yang berat, ensefalitis dan kejang akan muncul dan dapat berlanjut menjadi koma dalam 24-48 jam hingga kematian. Masa inkubasi hingga gejala ini muncul yakni berkisar 4-14 hari, bahkan dalam beberapa kasus ada yang sampai 45 hari. (tim)