NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM - Peristiwa Gerakan 30 September PKI atau G30S PKI ternyata tidak membuat surut semangat orang-orang PKI di daerah. Terutama mereka para kader dan simpatisan Pemuda Rakyat, BTI serta Gerwani.
Mereka tetap bersikap beringas, bergerak memerangi semua yang dianggap lawan, termasuk menyerang pondok pesantren NU. Sebab sejak Masyumi dibubarkan karena dianggap terlibat pemberontakan PRRI/Permesta, satu-satunya lawan terkuat PKI dari kalangan Islam tinggal NU dan juga tentara.
Misalnya orang-orang PKI di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, berencana menyatroni Pondok Pesantren Ploso, yang diasuh KH Djazuli. Kabar rencana serangan orang-orang PKI itu telah tercium oleh para intelijen santri. Pasukan santri pun disiapkan.
“Kiai Djazuli menyiapkan 19 santrinya, untuk menghadang saat PKI menyeberang sungai. Sementara santri yang lain, menjaga pesantren dan melindungi kiai," demikian dikutip dari buku "Benturan NU PKI 1948-1965 (2013)".
Berdasarkan catatan peneliti asing Herbert Feith, dalam Pemilu 1955 di Indonesia, perolehan suara PKI pada Pemilu 1955 di Karesidenan Kediri, mencapai 457.000 suara.
BACA JUGA:Banyak Nama Samaran, Licin dan Teliti, Sosok Ini Disebut Pimpinan Operasi G30S PKI Sesungguhnya
Perolehan suara PKI itu adalah yang tertinggi, mengalahkan perolehan suara PNI sebanyak 455.000 suara, NU sebanyak 366.000 suara, dan Masyumi sebanyak 155.000 suara.
Hal itu yang membuat orang-orang PKI di Kediri, yakni terutama di Mojo, dan Kras, yang secara geografis letaknya berdekatan, dan merupakan basis PKI, berani dengan leluasa menebar teror. Bahkan sejak menjelang peristiwa G30S PKI, intensitas teror semakin meningkat, utamanya kepada kalangan pesantren.
Akibat teror, jumlah santri di Pondok Pesantren Ploso, yang semula 600 orang menyusut tinggal 22 orang. Sementara meski kalah jauh dari sisi jumlah, para santri yang ditugaskan menghadang orang-orang PKI tidak merasa gentar.
Sebelum berangkat ke medan tempur, 19 santri yang dipimpin Kiai Ghozali Burdah lebih dahulu digembleng. Pertempuran tidak seimbang antara 19 santri Pondok Pesantren Ploso, melawan ribuan orang PKI itu pun meletus.
Sebanyak 19 santri bersenjatakan pedang. Sedangkan ribuan orang-orang PKI bersenjata panah dan bom molotov. Ajaib. Tidak satupun brondongan panah dan bom molotov yang sanggup mencederai para santri.
Sebaliknya, delapan orang anggota PKI tewas dalam pertempuran. Menghadapi sabetan pedang 19 santri, ribuan orang PKI sontak memilih mundur, dengan sebagian lainnya kocar-kacir lari menyelamatkan diri. Begitu juga saat bertempur di kaki Gunung Wilis, 19 santri Pondok Pesantren Ploso juga berhasil membuat ribuan orang-orang PKI berhamburan menyelamatkan diri.
BACA JUGA:Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Sekitar Taman Kuliner Tais Hangus Terbakar
Sebanyak 11 orang PKI tewas, dan mereka yang luka-luka tidak terhitung jumlahnya. Melihat pemandangan itu Komandan Koramil Mojo, Letnan Sunaryo yang berdiri di belakang santri hanya bisa geleng-geleng kepala, nyaris tidak percaya.
Setelah peristiwa itu, orang-orang PKI di Kediri tidak berani lagi menyerang pesantren. “Kiai Ghozali (Ghozali Burdah) berkesimpulan, bahwa senjata paling ampuh dalam menghadapi musuh adalah keberanian".