Selain adanya larangan untuk menggunakan harta dengan jalan yang batal, Allah SWT juga memberikan rambu-rambu yang tegas mengenai keharaman transaksi yang didalamnya terdapat dan mengandung riba.
Apabila dianggap sebagai orang yang menghutangi para anggota dan transaksi yang dilakukakannya dengan para anggota arisan tersebut adalah akad utang piutang (qiradlh), serta pengembalian utang dengan nilai lebih bagi panitia disebutkan dalam transaksi, maka hukumnya adalah riba.
Namun apabila panitia atau bandar arisan ini statusnya adalah sebagai petugas/pegawai yang layak mendapatkan upah/gaji dalam mengurusi arisan sehingga akad/transaksi yang dilakukan adalah ujrah/upah, maka hal semacam ini hukumnya adalah boleh.
Selama itu di luar uang arisan sebagai pengganti atau kompensasi dari jasa pengelolaan arisan kategori arisan yang tidak benar cenderung mengarah pada utang piutang atau ada unsur riba di dalamnya. Arisan jenis ini seharusnya tidak dilakukan karena hukumnya haram.
(Sheila Silvina)