NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM – Aceh kembali kedatangan pengungsi dari Rohingya yang menggunakan kapal. Kedatangan ini menambah jumlah pengungsi yang tiba di Aceh sejak tahun 2022 lalu.
Sebelumnya pada Desember 2022 ratusan pengungsi juga tiba di Aceh. Menurut laporan badan pengungsi PBB (UNHCR), para pengungsi Rohingya itu berasal dari penampungan pengungsi di Cox's Bazar, Bangladesh.
Dimana lokasi tempat tinggal di Cox’s Bazar memang kurang memadai. Tempat tinggal dibuat dari bambu serta area tempat tinggalnya rentan tanah longsor.
Ditambah ada juga risiko banjir di musim hujan para pengungsi pun rentan terkena penyakit seperti hepatitis, malaria, demam, dan chikungunya. Perkemahan itu juga tak memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai, termasuk sanitasi.
Pada 2022, semakin banyak pengungsi Rohingya yang lantas memilih pergi via jalur laut ke negara-negara lain. Tetapi pengungsi Rohingya makin kesulitan mencari tempat bernaung.
Isu penolakan lantas muncul dari Malaysia, bahkan Indonesia. Berdasarkan laporan Al Jazeera pada 2020, Malaysia menolak pengungsi Rohingya. Pemerintah Malaysia menyebut negaranya tak bisa lagi menampung pengungsi.
Sementara pada 2021 hal serupa dilakukan Indonesia. Waktu itu, pemerintah Indonesia menyebut sedang ada pandemi COVID-19.
Pertolongan kapal Rohingya pada Desember 2022 juga terjadi usai adanya permintaan berkali-kali dari badan pengungsi PBB, namun pihak PBB merasa diabaikan pemerintah. Para pengungsi lantas ditolong oleh nelayan Ace dan salah satu pengungsi mengaku sebenarnya ingin ke Malaysia.
Pihak PBB dan Amnesty lantas mengingatkan berbagai negara bahwa ada kewajiban internasional untuk menolong para pengungsi Rohingya yang berada di laut, serta tidak ditunda karena berbahaya.
Lantas, mengapa para pengungsi Rohingya kerap berdatangan dan terdampar di Aceh?
Rohingya termasuk etnis minoritas yang paling tertindas di dunia saat ini. Selama beberapa dekade, mereka terlibat berbagai sengketa dengan Pemerintah Myanmar hingga memaksa untuk melarikan diri menjadi pengungsi.
Pada masa kekuasaan Inggris tahun 1800-an, orang India dan Bangladesh yang dibawa menuju Myanmar semakin membuat komunitas Muslim menjadi besar. Dampak negatifnya, masyarakat lokal Myanmar merasa cemburu dan menjadi salah satu akar permasalahan yang terjadi selama ratusan tahun ini.