NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM – Bolehkah Imam wanita mengeraskan suara saat shalat berjamaah? simak penjelasannya di sini.
BACA JUGA:Sudah Ramai Bermunculan! Kenali Inilah 9 Ciri Wanita Akhir Zaman
Hak bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam shalat jamaah adalah sebuah prinsip yang telah ditegaskan pada zaman Rasulullah SAW, di mana para wanita mukminah secara rutin menyempatkan diri untuk hadir dalam shalat Subuh berjamaah di bawah bimbingan langsung beliau.
BACA JUGA:Para Laki-laki Wajib Tahu! Ini Alasan Kenapa Islam Sangat Memuliakan Wanita
Sebagai bukti dari keberadaan mereka dalam jamaah, riwayat Aisyah RA menggambarkan bagaimana para wanita itu, diselimuti kain-kain mereka, mengikuti shalat Subuh bersama Rasulullah SAW, dan kembali ke rumah masing-masing tanpa dikenali oleh siapapun, karena masih suasana gelap.
BACA JUGA:Penyakit Non Medis! Ini Penjelasan Penyakit Ain Menurut Islam yang Dibenarkan Rasulullah SAW
Keberadaan mereka dalam shalat jamaah memberikan landasan yang kuat untuk memahami bahwa perempuan memiliki hak yang sama untuk beribadah secara berjamaah, sebagai bagian integral dari kehidupan umat Muslim yang berkomitmen pada keutamaan dan kepatuhan kepada ajaran agama.
Lalu bagaimana ketika yang menjadi imam adalah perempuan bagi para makmum yang perempuan juga?
Maka dalam kasus seperti itu hukumnya diperinci sebagai berikut:
1. Bila imam perempuan itu shalat di hadapan laki-laki non mahram, maksudnya di dekat tempat shalatnya ada lelaki nonmahram, maka ia tidak sunah mengeraskan suaranya; dan
2. Bila imam perempuan itu tidak shalat di hadapan laki-laki non mahram, maksudnya di dekat tempat shalatnya tidak ada lelaki nonmahram, seperti adanya lelaki mahram atau sesama wanita, maka sunnah mengeraskan suara.
Menjelaskan perincian hukum seperti ini, Imam An-Nawawi dalam Kitab Al-Majmu' mengatakan:
وأما المرأة فقال أكثر أصحابنا إن كانت تصلى خالية أو بحضرة نساء أو رجال محارم جهرت بالقراءة سواء صلت بنسوة أو منفردة وإن صلت بحضرة اجنبي أسرت وممن صرح بهذا التفصيل المصنف والشيخ أبو حامد والبندنيجي وأبو الطيب في تعليقهما والمحاملى في المجموع والتجريد وآخرون وهو المذهبArtinya, “Adapun perempuan, maka mayoritas ulama mazhab Syafi'i berpendapat, bila perempuan shalat di tempat sepi, di hadapan perempuan; atau di hadapan lelaki mahram, maka ia sunah mengeraskan suara bacaan Al-Qur'an (dan semisalnya), baik ia shalat dengan mengimami jamaah perempuan atau shalat sendiri.
Namun bila perempuan itu shalat di hadapan lelaki nonmahram, maka ia sunnah melirihkan bacaannya. Di antara ulama yang secara terang-terangan memerinci hukum seperti ini adalah penulis Kitab Al-Muhadzdzab yaitu Abu Ishaq As-Syirazi, Syekh Abu Hamid Al-Ghazali, Al-Bandaniji dan Abut Thayyib dalam Kitab Ta'liq mereka berdua, Imam Al-Mahamili dalam Kitab Al-Majmu' dan Kitab At-Tajrid, dan ulama lainnya. Inilah pendapat Al-Mazhab” (An-Nawawi, Al-Majmu' Syarhul Muhaddzab, juz III, halaman 390).