NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM - Mengulik adat istiadat, apasih sebenarnya filosofi ketupat saat hari raya lebaran?
Tak afdol rasanya jika di Hari Raya Idul Fitri tidak tersedia ketupat, karena makanan yang terbuat dari nasi tersebut memiliki sejarah panjang dalam kesejarahan umat Islam.
Tapi tahu ngga sahabat camkoha? Bahwa Ketupat, yang dibuat oleh Sunan Kalijaga dan sudah ada sejak abad ke-15 atau era Kerajaan Demak, tidak hanya menjadi bagian dari tradisi kuliner, tetapi juga menyimpan nilai-nilai yang dalam dan makna yang mendalam bagi umat Islam.
BACA JUGA:Makanan di Hari Lebaran! Ini Asal Usul Ketupat Palas, Ini Resep dan Cara Pembuatannya
Ya! sudah menjadi tradisi di banyak wilayah di Indonesia, di saat lebaran disediakan hidangan khas yaitu ketupat.
Ada yang memasak ketupat pada hari lebaran, ada pula yang memasak ketupat pada lebaran ke-7. Dari sini kemudian muncul istilah bakdo kupat. Biasanya ketupat dimakan bersama opor ayam sambel goreng yang lezat.
Sebetulnnya, apa sih makna ketupat? Apakah hanya hidangan biasa saja, ataukah ada makna yang terkandung di dalam tradisi menghidangkan ketupat di hari lebaran?
BACA JUGA:Asal Usul Ketupat Sotong, Makanan Khas Melayu yang Memiliki Filsafah Saling Memaafkan
Ternyata dari penelusuran sejarah, asal usul ketupat dimulai sejak masa hidup Sunan Kalijaga, yaitu pada abad ke-15 hingga 16.
Sunan Kalijaga adalah salah seorang Wali Songo yang turut menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai budaya dan filosofi dari pembauran antara Jawa dan nilai-nilai Islam. Ketupat bukan sekedar hidangan hari raya, namun memiliki makna filosofis berikut ini:
Filosofi Ketupat Lebaran memiliki kedalaman makna yang tercermin dalam tradisi masyarakat Jawa. Ketupat tidak sekadar menjadi hidangan, melainkan juga simbol maaf dan toleransi antar sesama.
BACA JUGA:Doa Ziarah Kubur Singkat yang Dibaca Rasulullah, Cermati Hal yang Dilarang Diucapkan Saat Ziarah
Ketupat menjadi simbol maaf bagi masyarakat Jawa, yang tercermin saat berkunjung ke rumah kerabat. Di sana, mereka disuguhkan ketupat sebagai ungkapan permintaan maaf.
Ketika ketupat dimakan, pintu maaf secara simbolis dibuka dan segala kesalahan diantara keduanya diampuni.
Dibalik proses pembuatannya, ketupat mengandung makna filosofis yang mendalam. Terbuat dari tiga bahan utama, yaitu janur kuning, beras, dan santan, ketupat menggambarkan harapan dan doa masyarakat akan keberkahan dan keselamatan.