- Menimang dan Batimbang Tando
Pengikat perjanjian yang tidak bisa dibatalkan oleh sebelah pihak. Biasanya menggunakan benda pusaka seperti keris, kain adat, dan benda-benda lainnya
BACA JUGA:Ngeri Bahaya Radiasi! Begini Cara Cek Radiasi Hp serta Tips Mengurangi Paparan Radiasi
- Mahanta Siriah
Pada prosesi ini, Calon mempelai pria akan membawa selapah yang berisi daun nipah dan tembakau. Namun, saat ini diganti dengan rokok.
Sementara untuk calon memperlai wanita akan menyiapkan sirih. Tujuan dari prosesi ini untuk meminta doa restu kepada mamak-mamaknya atau paman, dan saudara ayah.
- Babako
Prosesi dijemputnya calon pengantin wanita untuk dibawa ke rumah keluarga ayahnya.
BACA JUGA:Kartu Prakerja Gelombang 67 Cair, Ini Cara Klaim Saldo DANA Gratis Rp700 Ribu dari Pemerintah
- Malam Bainan
ritual melekatkan pacar kuku atau daun inai di kuku calon pengantin wanita. Prosesi ini berlangsung sehari sebelum akad nikah.
- Malam Bajapuik
Prosesi paling penting dalam ritual pernikahan adat minang, yaitu penjemputan mempelai pria dan dibawa ke rumah mempelai wanita untuk melakukan akad nikah.
5. Garis Keturunan Ibu
Terakhir yakni masyarakat Minangkabau memang menganut sistem matrilineal atau garis keturunan ibu.
Jadi, seroang pria Minang yang memiliki suku Guci dan menikah dengan wanita Minang bersuku Tanjung, maka nanti seluruh anaknya adalah suku Tanjung.
6. Menjual anak laki-lakinya jika mirip dengan ayahnya
Apabila setelah menikah dan memiliki anak laki-laki yang mirip dengan ayahnya, maka keluarga Minang akan menjual anak laki-lakinya yang masih bayi kepada saudaranya yang belum memiliki keturunan.
Pada dasarnya, istilah "jual" di sini hanya sebuah simbolis, dan tidak benar-benar dijual.
Biasanya, pihak keluarga yang akan membeli memberikan sejumlah uang kepada orang tua anak laki-laki sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
BACA JUGA:Cara Gadai Sertifikat Rumah di Pegadaian Syariah, Bisa Cair Rp 100 Juta, Syarat Usia 21-65 Tahun
Jadi, anak laki-laki tersebut tetap dirawat dan dibesarkan oleh orang tuanya. Dengan begitu, adat seperti ini masih berlaku hingga saat ini, karena masyarakat Minangkabau percaya jika hal tersebut tidak dilakukan, anak laki-laki atau ayahnya salah satu akan meninggal dunia.