5. Mencari perhatian
Terkadang pelaku tidak menyadari bahwa yang dilakukannya termasuk ke dalam penindasan, karena sebenarnya apa yang dilakukannya adalah mencari perhatian.
Jenis yang satu ini paling mudah untuk diatasi. Caranya adalah dengan memberikannya perhatian yang positif sebelum pelaku mencari perhatian dalam dengan cara yang negatif.
BACA JUGA:2 Hari Lagi, Gubernur Rohidin Bagikan 3 Ton Ikan Gratis untuk Warga Kota Bengkulu
6. Kesulitan mengendalikan emosi
Anak yang kesulitan untuk mengatur emosi dapat berpotensi menjadi pelaku. Ketika seseorang merasa marah dan frustasi, perbuatan menyakiti dan mengintimidasi orang lain bisa saja dilakukan.
Jika sulit untuk mengendalikan emosi, maka masalah kecil saja dapat membuat seseorang terprovokasi dan meluapkan emosinya secara berlebihan.
BACA JUGA:Viral di Tiktok, Janda Gaji Rp15 juta Cari Suami Pengangguran, Minta Mahar Cuma Rp10 Ribu! Tertarik?
7. Berasal dari keluarga yang disfungsional
Tidak semua anak dari keluarga disfungsional akan menjadi pelaku bullying, namun hal ini kerap terjadi. Sebagian besar pelaku adalah anak yang merasa kurang kasih sayang dan keterbukaan dalam keluarganya.
Mereka kemungkinan juga sering melihat orang tuanya bersikap agresif terhadap orang-orang di sekitarnya.
BACA JUGA:Ditaksir Punya 6,3 Triliun! Rey Utami Jadi Artis Terkaya Indonesia 2024 Ini Sumber Kekayaanya
8. Merasa bahwa bullying menguntungkan
Pelaku bully akan tanpa sengaja bisa terus melanjutkan aksinya karena merasa perbuatannya menguntungkan. Hal ini bisa terjadi pada anak yang mendapatkan uang atau makanan dengan cara meminta secara paksa pada temannya.
Contoh lain adalah ketika pelaku merasa popularitas dan perhatian dari setiap orang padanya naik berkat tindakannya tersebut.
BACA JUGA:Nama Kaesang Masuk Bursa Pilkada Lampung, Benarkah? Begini Tanggapan PSI