Mereka berhenti mencari ikan, berjualan, dan melakukan kegiatan lainnya karena percaya bahwa kemunculan buaya buntung adalah pertanda buruk.
Kemunculan buaya buntung ini juga sering dikaitkan dengan bencana yang akan melanda Kota Bengkulu. Hal ini pernah terjadi beberapa hari sebelum gempa besar yang mengguncang Bengkulu.
Pada tahun 2000, gempa berkekuatan 7,3 Skala Richter (SR) melanda Bengkulu, dan pada tahun 2007 terjadi lagi gempa besar berkekuatan 7,9 SR.
Buaya buntung tersebut sempat muncul ke permukaan danau sebelum gempa-gempa tersebut terjadi.
Tidak semua orang bisa melihat buaya buntung di Danau Dendam Tak Sudah. Terkadang orang biasa juga bisa melihatnya, bukan hanya orang yang memiliki kemampuan khusus.
Saat buaya itu muncul ke permukaan danau, ada yang melihatnya sebagai buaya buntung kecil, dan ada juga yang melihatnya sebagai buaya buntung besar dan panjang. Hingga kini, buaya tersebut masih diyakini ada di danau dan tetap menjadi bagian dari misteri Danau Dendam Tak Sudah.
BACA JUGA:Air Mineral dan Air Rebusan, Mana Lebih Bagus? Coba Simak Penjelasannya di Sini
Danau Dendam Tak Sudah, yang kini menjadi kawasan Cagar Alam Dusun Besar (CADB), juga memiliki mitos lain, yaitu tentang kuburan keramat 'Sapu Jagat' atau keramat Pintu Air.
Menurut sejarah, keramat tersebut adalah makam dari seseorang yang dianggap sakti dan memiliki ilmu. Nama keramat tersebut dikenal oleh warga Suku Lembak sebagai 'Keramat Pitu Ayo', yang berarti Keramat Pintu Air.
Ada juga yang menyebutnya 'Keramat Jalan ke Ayo'. Sayangnya, nama asli penghuni keramat ini tidak diketahui secara pasti karena sejarahnya sudah ada sejak sebelum masa penjajahan.
Dahulu kala, jika ada orang yang tenggelam saat mandi di Danau Dendam Tak Sudah, masyarakat setempat akan meminta petunjuk dari Allah melalui keramat Sapu Jagat untuk menemukan jasad orang yang tenggelam tersebut.
BACA JUGA:Air Mineral dan Air Rebusan, Mana Lebih Bagus? Coba Simak Penjelasannya di Sini
Menurut cerita, doa yang dipanjatkan di keramat ini sering kali diijabah, dan jasad orang yang tenggelam pun dapat ditemukan dengan segera.
Tidak hanya buaya buntung yang diyakini sebagai penunggu Danau Dendam Tak Sudah.
Danau ini juga dikatakan dijaga oleh Harimau Hitam dan Rusa Kelabu. Menurut cerita, harimau dan rusa ini adalah penjaga warga Suku Lembak yang tinggal di tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Dusun Besar, Jembatan Kecil, dan Panorama.
Danau Dendam Tak Sudah juga merupakan habitat bagi berbagai jenis fauna lainnya, termasuk kera ekor panjang, lutung, burung kutilang, babi hutan, ular python, siamang, siput, dan berbagai jenis ikan, termasuk ikan langka seperti kebakung dan palau.
Nama Danau Dendam Tak Sudah berasal dari masa penjajahan Belanda pada tahun 1917-an. Pada saat itu, Belanda memutuskan untuk membuat danau buatan guna mengairi irigasi areal persawahan.
Namun, proyek tersebut ditinggalkan begitu saja karena Belanda disibukkan dengan perang di Eropa. Sejak saat itu, danau ini dikenal dengan nama Danau Dendam Tak Sudah.