Dalam situasi yang kacau tersebut, Soejono, bersama Van Mook dan Loekman Djajadiningrat, melarikan diri ke Australia dan kemudian melanjutkan perjalanan ke London, di mana pemerintah Belanda diasingkan karena Amsterdam jatuh ke tangan Nazi Jerman.
BACA JUGA:Merajut Harmoni, Staf Khusus BPIP: Mari Keluar dari Mentalitas Manusia Terjajah
Di London, nasib Ario Soejono berubah secara dramatis pada 6 Juni 1942. Perdana Menteri Belanda saat itu, Pieter Sjoerd Gerbrandy, secara resmi mengangkat Soejono sebagai menteri tanpa portofolio dalam kabinetnya.
Pengangkatan ini merupakan momen bersejarah karena untuk pertama kalinya seorang pribumi Indonesia menduduki posisi penting dalam pemerintahan Belanda.
Dalam pidatonya, PM Gerbrandy menekankan bahwa pengangkatan Soejono dimaksudkan untuk menunjukkan adanya ikatan nasib antara Belanda dan Indonesia. Meski demikian, jabatan menteri yang dipegang Soejono lebih bersifat simbolis daripada operasional.
BACA JUGA:9 Cara Cek Sisa Pinjaman BRI Via Online, Dijamin Cepat dan Tanpa Ribet
Ario Soejono dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Hadapan Kabinet Belanda
Meskipun jabatan yang dipegangnya lebih bersifat simbolis, Ario Soejono tidak tinggal diam. Sebagai menteri, ia memanfaatkan posisinya untuk menyuarakan kepentingan rakyat Indonesia, terutama mengenai hak kemerdekaan.
Dalam beberapa kesempatan, Soejono memberikan masukan kepada pemerintah Belanda mengenai masa depan Indonesia pasca Perang Dunia II.
Ia menekankan bahwa rakyat Indonesia ingin memutuskan hubungan kolonial dengan Belanda dan menuntut adanya jaminan dari Belanda untuk kemerdekaan Indonesia.
Salah satu menteri dalam kabinet Belanda, Van Mook, bahkan sejalan dengan pandangan Soejono. Van Mook mengusulkan agar negeri-negeri jajahan, termasuk Indonesia, diberikan kesetaraan dengan Belanda, dengan membentuk kementerian dan parlemen masing-masing.
BACA JUGA:Huawei Pura 70 Ultra, Smartphone Menawan Punya Kamera Canggih, Segini Harganya
Namun, usulan ini ditolak mentah-mentah oleh pemerintah Belanda. Soejono merasa bahwa pandangan Van Mook masih kurang jauh dan tetap bersikeras bahwa Indonesia harus merdeka sepenuhnya.
Upaya Soejono untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia di hadapan kabinet Belanda tidaklah mudah. Pandangannya sering kali dianggap terlalu radikal dan jauh dari kenyataan oleh rekan-rekan sejawatnya di pemerintahan Belanda.
Meski begitu, Soejono tidak menyerah. Ia terus menyuarakan tuntutannya, meskipun berkali-kali diacuhkan.
Sadar akan posisi sulitnya, Ario Soejono tetap bertahan di kabinet Belanda, meski ia menyadari bahwa langkah-langkahnya mungkin tidak akan didengar.
Bagi Soejono, yang terpenting adalah ia telah mencoba memberikan yang terbaik untuk tanah airnya. Sayangnya, upayanya untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia berakhir tragis. Ia terasing di London, jauh dari tanah airnya, dan meninggal dunia pada 5 Januari 1943.