NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM – Kabar terbaru penangkapan Direktur Lokataru dan anak artis Machica Mochtar.
Penangkapan Direktur Lokataru, Del Pedro Marhaen, dan anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Iqbal Ramadhan, yang juga anak dari penyanyi Machica Mochtar, menjadi sorotan publik.
Keduanya ditangkap saat ikut serta dalam aksi demonstrasi menolak Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada di depan Gedung MPR/DPR.
BACA JUGA:Ancaman Megathrust Tidak Main-main, Kementerian PUPR Siapkan Rumah Tahan Gempa 1.000 Tahun
Aksi tersebut berlangsung pada Kamis (22/8), dan mengundang reaksi keras dari berbagai kalangan terkait penangkapan tersebut.
Polda Metro Jaya membenarkan bahwa Del Pedro Marhaen dan Iqbal Ramadhan memang termasuk dalam 301 orang yang diamankan oleh polisi selama aksi demonstrasi berlangsung.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, dalam keterangannya kepada wartawan pada Jumat (23/8), mengonfirmasi penangkapan tersebut. “Saudara IR benar, yang (Direktur Lokataru) benar,” ujarnya.
BACA JUGA:Cara Ampuh Menghilangkan Stretch Mark Pada Kulit yang Mengganggu, Bisa Dilakukan di Rumah
Namun, ketika ditanya lebih lanjut tentang alasan penangkapan kedua tokoh tersebut, Ade Ary memilih untuk tidak memberikan rincian.
Dia menyatakan bahwa proses pendalaman masih dilakukan untuk menentukan siapa yang terlibat dalam tindakan apa, barang bukti apa yang ada, serta saksi-saksi yang mendukung.
“Pendalaman dilakukan secara objektif, transparan, dan proporsional,” jelas Ade Ary, sembari menekankan bahwa upaya kepolisian dalam pengamanan merupakan bagian dari tugas dan kewenangan mereka untuk menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) yang kondusif.
BACA JUGA:Kesempatan Terbuka Lebar, Ini 13 Jurusan Kuliah yang Paling Dibutuhkan di IKN
Aksi demonstrasi yang diadakan di depan Gedung MPR/DPR ini merupakan bagian dari protes terhadap Revisi UU Pilkada yang dianggap kontroversial oleh banyak pihak.
Demonstrasi tersebut dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, aktivis, dan warga biasa yang merasa bahwa perubahan dalam UU Pilkada dapat mengancam demokrasi di Indonesia.
Situasi di lapangan memanas ketika sebagian demonstran terlibat dalam tindakan yang dianggap mengganggu ketertiban, seperti perusakan properti dan aksi kekerasan.