Ketika energi tersebut dilepaskan secara tiba-tiba, terjadilah gempa yang bisa mencapai magnitudo sangat besar.
Contoh nyata dari gempa Megathrust di Indonesia bisa dilihat pada beberapa zona berikut:
- Selat Sunda: Gempa besar terakhir terjadi pada tahun 1754.
- Mentawai-Siberut: Gempa besar terakhir terjadi pada tahun 1797.
Perlu diperhatikan bahwa zona Megathrust di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut memiliki waktu seismic gap yang sangat lama dibandingkan dengan zona lain seperti Tunjaman Nankai di Jepang yang terakhir mengalami gempa besar pada tahun 1946.
Seismic gap adalah periode waktu antara gempa besar terakhir dan gempa besar berikutnya di suatu zona. Waktu jeda yang panjang ini menunjukkan bahwa kedua zona tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih serius.
BACA JUGA:Passing Grade CPNS 2024 Jalur Umum dan Khusus, Segini Target Nilai untuk Lolos
Dampak dari Gempa Megathrust
Lantas, apa dampak yang bisa ditimbulkan oleh gempa Megathrust?
Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG, menjelaskan bahwa Megathrust adalah sumber gempa subduksi lempeng.
Di zona ini, dua lempeng bertabrakan dan menyebabkan deformasi di salah satu lempeng yang kemudian melengkung ke atas.
Ketika lengkungan ini patah, energi yang telah terkumpul ratusan tahun akan terlepas, menghasilkan gempa yang sangat kuat.
Kekuatan gempa Megathrust tidak selalu besar, tetapi ketika gempa besar terjadi, dampaknya bisa sangat merusak.
BACA JUGA:Heboh, Soal Erina Gudono Bau Ketiak, Shania: Ini Fakta!
Gempa Megathrust bisa memicu tsunami dengan tinggi gelombang yang bervariasi, mulai dari 10 meter hingga lebih dari 20 meter.
Tsunami yang dihasilkan oleh gempa ini bisa mencapai wilayah pesisir dalam waktu singkat, sehingga sangat penting bagi masyarakat untuk memahami potensi ancaman ini dan segera melakukan evakuasi jika diperlukan.