“Perbedaan yang didasarkan pada pertimbangan ilmu akan melahirkan kesepahaman (tafahum); bukan pertentangan ( tanazu') dan permusuhan ( 'adawah). Karenanya, beragama perlu dengan ilmu sehingga muncul spirit harmoni dan kebersamaan,” papar Niam.
Niam juga menyampaikan, penentuan awal ramadhan, syawal, dan dzulhijjah merupakan wilayah ijtihadiyah yang membuka kemungkinan terjadinya perbedaan di kalangan fuqaha.
“Secara keilmuan, memang dimungkinkan terjadinya perbedaan. Terjadinya perbedaan pendapat pada masalah yang berada dalam majal al-ikhtilaf (wilayah dimungkinkannya terjadi perbedaan) harus mengedepankan toleransi,” tuturnya.
BACA JUGA:Tiang Listrik Roboh di Tebing Penago, Arus Lalu Lintas Macet dan Listrik Wilayah Talo Padam
Sebelumnya, Muhammadiyah telah menetapkan awal bulan Syawal 1444 H jatuh pada Jumat 21 April 2023. Muhammadiyah menetapkan awal bulan syawal dengan metode hisab, yaitu dengan cara perhitungan matematis dan astronomis dalam menentukan posisi bulan untuk menentukan dimulainya awal bulan pada kalender hijriah.
Sedangkan pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan awal bulan Syawal dengan menggunakan metode rukyatul hilal, yaitu sebuah metode penentuan awal bulan Hijriah dengan cara mengamati hilal (bulan sabit) secara langsung dengan menggunakan teleskop. Jika hilal (bulan sabit) sudah terlihat di ketinggian 3 derajat, maka berarti sudah memasuki awal bulan baru. Namun jika hilal tidak terlihat, maka puasa Ramadhan ditambah 1 hari.
Tim liputan