"Ada perasaan bahwa Anda mungkin tidak akan pernah bisa mencapai apa yang dicapai orang tua Anda," ujarnya.
Penyebab dan Penyebaran Doom Spending
Salah satu faktor utama yang mendorong perilaku doom spending adalah kurangnya kontrol yang dirasakan individu terhadap situasi keuangan mereka.
BACA JUGA:Ternyata, Ini 3 Daftar Kota dengan Konsumsi Anjing Tertinggi di Indonesia, Ada Wilayahmu?
Ketika dunia di sekitar terasa kacau dan tidak terkendali, banyak orang merasa bahwa satu-satunya cara untuk mendapatkan kembali kendali adalah dengan melakukan pembelian.
Hal ini menciptakan ilusi bahwa dengan menghabiskan uang, mereka bisa merasakan sedikit kebahagiaan, meskipun pada akhirnya justru mengurangi kestabilan finansial mereka di masa depan.
Doom spending juga terlihat dari survei yang dilakukan oleh Intuit Credit Karma, yang menunjukkan bahwa 96% orang Amerika merasa khawatir tentang keadaan ekonomi saat ini, dan lebih dari seperempat dari mereka menghabiskan uang sebagai cara untuk mengatasi stres.
BACA JUGA:Buntut Pemecatan Tia Rahmania, Ini Daftar Nama yang Diseret ke Pengadilan!
Meskipun fenomena ini lebih dikenal di negara-negara Barat, tanda-tanda yang serupa dapat ditemukan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Fenomena di Indonesia
Di Indonesia, meskipun belum ada kajian yang secara khusus meneliti doom spending, tanda-tanda perilaku ini mulai terlihat.
Yusuf Rendy Manilet, ekonom dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, menyatakan bahwa dengan populasi mayoritas yang terdiri dari usia produktif, perilaku doom spending sangat mungkin terjadi.
Kondisi bonus demografi yang dimiliki Indonesia, di mana banyak generasi Z dan milenial berada dalam usia kerja, dapat meningkatkan risiko perilaku pengeluaran yang tidak terencana jika tidak diimbangi dengan literasi keuangan yang memadai.
BACA JUGA:Warga Histeris, Rumah 2 Lantai Tiba-tiba Ambruk saat Diguyur Hujan Deras, Begini Kondisi Penghuni
"Di saat yang bersamaan kalau kita melihat kurangnya literasi keuangan juga menjadi faktor lain yang mendorong perilaku doom spending," kata Yusuf
Literasi Keuangan yang Rendah