Johan ingin masyarakat menyadari bahwa penistaan agama bukanlah hal yang dapat dianggap enteng di Indonesia. “Mudah-mudahan dengan pelaporan ini tidak ada lagi penista-penista dan ini sebagai efek jera. Kita ingin adem ayem di NKRI,” ujar Johan.
Kasus ini dianggap cukup serius mengingat sentimen publik terhadap penistaan agama sangat tinggi di Indonesia.
Banyak pihak yang merasa bahwa hukum harus ditegakkan secara tegas agar tidak ada lagi kasus serupa yang terjadi di masa depan.
BACA JUGA:Polresta Jambi Kebakaran, Stok Gas Air Mata di Gedung Samapta Habis Terbakar
Pasal yang Dikenakan dalam Kasus Ini
Agatha dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal 28E juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta Pasal 156 KUHP tentang Penistaan Agama.
Pasal 28E dalam UU ITE mengatur mengenai larangan menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Pelanggaran terhadap pasal ini dapat berujung pada hukuman pidana yang cukup berat.
Pasal 156 KUHP, di sisi lain, secara khusus mengatur mengenai larangan melakukan perbuatan yang dapat dianggap menghina atau menistakan agama.
Pasal ini biasanya dikenakan dalam kasus-kasus yang melibatkan pernyataan atau tindakan yang menghina keyakinan agama tertentu dan dapat memicu konflik antar umat beragama.
Dengan dua dasar hukum tersebut, Johan dan pengacaranya berharap Agatha dapat segera ditindak oleh pihak berwenang.
BACA JUGA:Tanpa Passing Grade, Begini Sistem Kelulusan PPPK 2024, Calon Peserta Harus Tahu!
Dampak dan Reaksi Publik
Kasus ini menambah panjang daftar insiden terkait penistaan agama yang melibatkan konten kreator di Indonesia.
Sebagai figur publik dan pengguna platform media sosial, seorang konten kreator memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga etika komunikasi dan menghindari konten yang dapat menyinggung SARA.
Reaksi publik terhadap kasus ini pun beragam, namun banyak yang mendukung tindakan tegas dari pelapor demi menjaga ketertiban sosial di Indonesia.
Kasus dugaan penistaan agama ini juga kembali membuka diskusi mengenai pentingnya literasi digital dan kesadaran akan dampak ujaran kebencian di dunia maya.
BACA JUGA:Cara Melakukan Sanggah Hasil Seleksi Administrasi PPPK 2024, Khusus yang Dinyatakan TMS
Banyak pihak yang berharap agar kasus seperti ini dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat, terutama pengguna media sosial, untuk lebih berhati-hati dalam menyampaikan opini atau pandangan pribadi di platform publik.
Kasus dugaan penistaan agama oleh Agatha of Palermo ini masih dalam tahap awal penyelidikan. Pihak kepolisian berencana untuk memanggil beberapa pihak terkait dan melakukan pemeriksaan bukti-bukti yang telah diserahkan oleh pelapor.
BACA JUGA:Daftar Link 40 Instansi yang Umumkan Hasil Seleksi Administrasi PPPK 2024 Tahap 1
Keputusan hukum terhadap kasus ini akan sangat bergantung pada proses penyelidikan dan analisis bukti yang ada.