NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM – Musim kemarau dan kekeringan makin meluas. Hampir seluruh provinsi di Indonesia akan terdampak. Kalau kemarau, salah satu yang paling utama yakni ketersediaan air bersih.
Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati beberapa waktu lalu, saat ini krisis air semakin menjadi ancaman serius dan harus jadi perhatian seluruh negara.
BACA JUGA:Siap-siap, 32 Provinsi Berpotensi Alami Kekeringan, Puncaknya Agustus 2023
Ditambahkan, perubahan iklim menyebabkan terganggunya siklus hidrologi, sehingga memicu terjadinya krisis air. “Krisis air terjadi hampir di seluruh belahan dunia dan menjadi krisis global yang harus diantisipasi setiap negara.
Tidak peduli itu negara maju atau berkembang. Karenanya, isu ini harus menjadi perhatian bersama seluruh negara tanpa terkecuali," ungkap Dwikorita dalam The 10th World Water Forum Kick Off Meeting di Jakarta Convention Centre, Jakarta.
BACA JUGA:Kekeringan Dampak El Nino Makin Meluas, Ini Daftar Wilayah yang Terdampak di Indonesia
Acara yang dibuka Presiden Joko Widodo tersebut dihadiri oleh President of Water World Council Loic Fauchon, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri PUPR Mochamad Basoeki Hadimoeljono, Gubernur Bali I Wayan Koster, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak dan, Ketua Komisi V DPR RI Lasarus.
Dwikorita yang juga merupakan anggota Dewan Eksekutif World Meteorological Organization (WMO) menyampaikan bahwa ancaman krisis air akibat perubahan iklim ini sudah terlihat sangat jelas. Terus meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca yang berdampak pada meningkatnya laju kenaikan temperatur udara, mengakibatkan proses pemanasan global terus berlanjut, dan berdampak pada fenomena perubahan iklim.
BACA JUGA:Masa Peralihan Menuju Kemarau, Banyak Warga Mulai Beli Air untuk Mencuci
Fenomena ini, kata dia, akan terus berlanjut apabila laju peningkatan emisi Gas Rumah Kaca tidak dikendalikan atau ditahan, dan menyebabkan semakin cepatnya proses penguapan air permukaan, sehingga mengakibatkan ketersediaan air semakin cepat berkurang di suatu lokasi belahan bumi, namun sebaliknya terjadi hujan yang berlebihan (ekstrem) di lokasi atau belahan bumi yang lain.
BACA JUGA:Warga Tais Ramai-ramai Mandi di Air Bendungan Seluma
Ketersediaan air permukaan dan air tanah yang makin berkurang ini, lanjut Dwikorita, akan memengaruhi ketersediaan air bersih di berbagai belahan bumi. Selain itu, perubahan iklim yang ekstrem menyebabkan proses turunnya hujan menjadi ekstrem dan tidak merata. Di mana sebagian besar daerah di bumi memiliki curah hujan yang tinggi, sedangkan di daerah bagian lain tidak.
BACA JUGA:MENGEJUTKAN, PBB Warning Ancaman El Nino, Mei-Juni 2023 Ini Sumbagsel dan 10 Daerah Kemarau
Dwikorita mencontohkan, WMO pada tahun 2022 yang lalu melaporkan bahwa kekeringan dan kelangkaan air telah melanda Eropa, Amerika Utara Barat, Amerika Selatan Barat, Mediterania, Sahel, Amerika Selatan, Afrika Utara, Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Timur, Asia Selatan, Australia Tenggara dan berbagai wilayah lain di planet ini. Namun, pada saat yang sama, banjir juga terjadi Easton Sahil, Pakistan, Indonesia, hingga Australia Timur.
“Tidak ada perbedaan antara negara maju dan negara berkembang. Keduanya sama-sama menderita akibat kekeringan dan banjir. Jadi, sekali lagi kekeringan dan banjir adalah dampak yang sama akibat dari dari kencangnya laju perubahan iklim yang diperparah dengan kerusakan lingkungan,” tuturnya.