BENGKULU, RBTVDISWAY.ID - Para nelayan dan pedagang di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pulau Baai, mengeluhkan dampak dari pendangkalan alur pelabuhan.
Sebab Kapal Ferry pengangkut ikan dari Pulau Enggano yang semestinya langsung bersandar di dermaga, kini tidak dapat masuk ke Pelabuhan karena alur laut yang dangkal.
Hal ini menyebabkan proses bongkar muat ikan harus dilakukan dengan menggunakan kapal kecil atau perahu nelayan.
Kondisi ini membuat distribusi ikan menjadi jauh lebih lama dan banyak ikan yang mengalami kerusakan sebelum sampai ke tangan pedagang, akibat terlalu lama berada di dalam kapal besar dengan pendingin seadanya.
Muhammad Muslim, salah seorang penjual ikan yang langsung mengambil ikan dari Pulau Enggano mengungkapkan, pendangkalan alur pelabuhan ini mengakibatkan ikan yang didapatkan banyak yang rusak akibat terlalu lama menunggu di kapal.
Sementara untuk harga jual sangat jauh dari harga maksimal yang biasa dijual Rp 12.000 per kilogram menjadi diharga Rp 3.000 untuk ikan yang mengalami kerusakan.
--
BACA JUGA:Harga Emas UBS Hari Ini 10 Mei 2025 Turun, Peluang Investasi atau Tunggu Dulu?
“Kita biasa ambil stok ikan dari Enggano, namun sejak ada pendangkalan alur Pulau Baai ini ikan banyak yang rusak akibat kelamaan menunggu. Untuk harga jual menurun sangat jauh dari harga maksimal yang biasa dijual 12.000 rupiah per kilogram menjadi diharga 3.000 rupiah,” ujar Muhammad Muslim.
Akibat sulitnya pendistribusian, ikan segar dari Pulau Enggano seperti ikan nawi, ikan karang dan ikan senangin, mengalami kelangkaan di pasar.
Sementara itu di tengah sulitnya pendistribusian ikan-ikan besar yang berasal dari Pulau Enggano, penjual ikan-ikan kecil menyatakan bahwa tidak terdampak langsung akibat pendangkalan alur pelabuhan, mereka tetap beraktivitas seperti biasa tergantung kondisi cuaca.
“Adanya kesulitan distribusi ikan segar dari Pulau Enggano, kita tidak terlalu terdampak dan masih bisa berjualan, namun sedikit mengalami kelangkaan stok di pasar. Sedangkan harga ikan sekarang masih standar,” tutup Vera Khuswantari.