Iklan dempo dalam berita

Ladang Harta Karun dan Simpanan Senjata Milik Abu Nawas, Prajurit Kerajaan Ramai-ramai Menggali

Ladang Harta Karun dan Simpanan Senjata Milik Abu Nawas, Prajurit Kerajaan Ramai-ramai Menggali

Ladang Harta Karun dan Simpanan Senjata Milik Abu Nawas, Prajurit Kerajaan Ramai-ramai Menggali--Foto: ist

NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM - Berikut ini adalah kisah ladang harta-karun dan simpanan senjata milik Abu Nawas, prajurit kerajaan ramai-ramai menggali. Yuk simak kisahnya.

Abu Nawas sekitar tahun 757 M di Provinsi Ahwaz, Khuzistan atau sebelah barat daya Persia. Namun, para ulama berbeda pendapat terkait tahun kelahirannya, seperti dikutip dari buku Abu Nawas: Sufi dan Penyair Ulung yang Jenaka oleh Muhammad Ali Fakih.

BACA JUGA:Ini Dia Lokasi Harta Karun Emas di Solok Selatan, Tempatnya Dikenal Angker dan Sangat Berbahaya

Sang ayah wafat saat Abu Nawas masih kecil. 

Setelahnya, ibu dari Abu Nawas membawa putranya itu ke Kota Basrah, Irak karena alasan ekonomi. Abu Nawas kepada seseorang bernama Attar untuk melakukan pekerjaan yang bisa dilakukan anak kecil.

Walau begitu, Abu Nawas mendapat perlakuan baik dari Attar. Ia disekolahkan di sekolah Al-Qur'an hingga berhasil menjadi hafiz. 

Pengetahuannya terhadap kalam Allah SWT inilah yang kelak menjadi karakter linguistik syair-syair yang ia lahirkan.

BACA JUGA:Harta Karun Logam Tanah Jarang Paling Diburu Oleh Dunia Ada di Indonesia, di Sini Titik Lokasinya

Abu Usamah bin al-Hubab al-Asadi, seorang penyair Kufah keturunan persia tertarik dengan kecerdasan Abu Nawas. Setelahnya, Abu Nawas diangkat menjadi muridnya.

Karya-karya Walibah begitu terkenal karena puisinya yang homoerotik, tidak bermoral, tetapi ia sangat fasih dan terampil menggunakan diksi-diksi yang ringan, tajam, dan jenaka. Kemampuannya inilah yang kemudian mewarnai ciri puisi karya Abu Nawas.

Pada buku Biografi Tokoh Sastra karya Ulinuha Rosyadi dikatakan bahwa kelihaian Abu Nawas di dunia sastra semakin bersinar setelah berhasil menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid.

BACA JUGA:Ini Peta Harta Karun Berkilo-kilo Emas di Sumatera Barat, Peninggalan Kolonial Belanda

Melalui musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abu Nawas kemudian diangkat menjadi penyair istana (syai'rul bilad) yang bertugas mengubah puisi puji-pujian untuk khalifah.

Mulanya, syair-syair Abu Nawas berisi keglamoran. Seiring berjalannya waktu, lambat laun karya Abu Nawas justru condong kepada nuansa religi dan kepasrahan kepada Allah, sebagaimana disebutkan oleh Siti Nur Aidah dalam bukunya yang bertajuk 25 Kisah Pilihan Tokoh Sufi Dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: