Iklan RBTV Dalam Berita

Aceh Simpan Harta Karun Emas yang Dikerjakan Sarjana Dari Persia, Dekat Dari Bekas Istana Raja Peureulak

Aceh Simpan Harta Karun Emas yang Dikerjakan Sarjana Dari Persia, Dekat Dari Bekas Istana Raja Peureulak

Aceh Simpan Harta Karun Emas yang Dikerjakan Sarjana Dari Persia, Dekat Dari Bekas Istana Raja Peureulak--foto: rbtv.disway.id

Dalam sebuah legenda disebutkan bahwa pada suatu hari Meurah Silu memasang lukah di Sungai Peusangan. 

Lukah itu dihanyutkan oleh banjir besar. Setelah diambil dan kemudian isinya direbus, terdapatlah emas. 

Tempat Meurah Silu memasang lukah yaitu di Krueng Meuh, yang saat ini berlokasi di atas Awee Geutah, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Bireuen.

Bukti otentik tentang tambang emas di Pasai dapat dilihat dari mata uang yang digunakan oleh Kerajaan. 

BACA JUGA:Harta Karun Senilai Rp 30.000 Triliun Masih Tersimpan di Papua, Belum Digarap dan Lokasinya Berisiko

Sultan Malikussaleh merupakan raja satu-satunya yang mulai membuat alat tukar dari emas, yang disebut dirham emas (Pasaiche gouden munten) yang dikeluarkan oleh Sultan Zainal Abidin Bahian Syah, dan Ratu Buhayah. Saat itu raja-raja di tempat lain mengeluarkan uang dari kulit dan timah.

Sesudah Sultan Malikusaaleh, barulah sultan-sultan lain di Aceh terus menerus membuat alat pertukaran dari emas, yang disebut derham emas (Atjehsche gouden munten). 

Pembuatan alat tukar tersebut berlangsung hingga ujung kekuasaan Sultanah Syafiatuddin Syah (1641-1675).

Pada masa kekuasaan Sultanah Tajul Alam Syafiatuddin Syah, tambang emas dibangun di Geumpang (Pidie). 

Di dalam Sungai Geumpang yang berjarak kira-kira 100 kilometer dari Sigli berhasil ditemukan emas urai.

Emas urai tersebut merupakan salah satu komoditas perniagaan Aceh yang sangat maju kala itu. Bahkan karena saking besarnya, VOC menjadi tukang seludup emas urai. Mereka kemudian meminta memonopoli perdagangan emas urai. Tapi ditolak oleh Sultanah. Aceh Darussalam tetap hanya bersedia berniaga emas dengan mitra lamanya yaitu Inggris, India, Parsia, Arab, dan Tionghoa.

BACA JUGA:Harta Karun 1,2 Juta Ton Nikel di Indonesia yang Masih Tersimpan dan Belum Tergarap, Berapa Kalau Dirupiahkan?

Di masa Sultan Djamalul Alam (1711-1733) dibuka tambang emas di Aceh yaitu di hulu Sungai Meulaboh, tepatnya di Tutut. Semua hasilnya dibawa ke Bandar Aceh untuk selanjutnya diniagakan.

Pada masa Sultan Djohar Alam Syah (1802-1830) pusat perniagaan emas tidak lagi di Bandar Aceh, tapi berpindah ke bandar di Pulau Penang. Penang menjadi pusat niaga emas sehingga Aceh diserbu oleh Belanda pada 1873.

Selama peperangan dengan Belanda, penambangan emas dihentikan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: