Rodrigo Duterte, ?Eks Presiden Filipina yang Tak Takut Hadapi Penyelidikan ICC, Kasus Apa?
Eks Presiden Filipina --
Namun, kelompok-kelompok HAM memperkirakan jumlah korban sebenarnya jauh lebih besar. Banyak pengguna dan pengedar kecil narkoba diduga dibunuh secara misterius oleh kelompok yang tidak dikenal.
Aktivis hak asasi manusia mencatat pola eksekusi sistematis terhadap tersangka tak bersenjata yang sering kali diiringi laporan palsu dan rekayasa tempat kejadian perkara.
Namun, kepolisian Filipina membantah tuduhan ini dan bersikeras bahwa para tersangka bersenjata, sehingga penggunaan kekuatan mematikan merupakan tindakan pembelaan diri.
Meski demikian, banyak yang meragukan versi ini karena sejumlah besar kematian terjadi dalam kondisi yang mencurigakan.
BACA JUGA:Jadwal Tahapan Lengkap SKB CPNS 2024, Simak Apa Saja yang Harus Disiapkan
Pada Maret 2019, Duterte menarik Filipina dari ICC setelah pengadilan internasional itu mulai melakukan penyelidikan awal atas dugaan kejahatan yang terjadi dalam perang narkoba.
Namun, ICC menyatakan bahwa jaksa mereka masih memiliki yurisdiksi atas dugaan kejahatan yang terjadi sebelum penarikan tersebut.
Langkah pemerintah untuk mengekstradisi Duterte, jika permintaan resmi diajukan, menunjukkan perubahan signifikan dalam sikap pemerintah Filipina terhadap keterlibatan ICC.
Meskipun begitu, Duterte tetap membela tindakannya tanpa ragu. Dalam sidang yang berlangsung selama berjam-jam, ia mengulangi bahwa kebijakan kerasnya terhadap narkoba merupakan langkah yang perlu diambil demi melindungi bangsa dan generasi muda Filipina.
“Tidak ada yang perlu saya sembunyikan. Apa yang saya lakukan, saya lakukan demi negara dan demi generasi muda. Tidak ada alasan. Tidak ada permintaan maaf,” tegasnya.
BACA JUGA:Buruan Klaim Saldo ShopeePay Rp 100 Ribu, Gratis Tanpa Syarat, Begini Caranya
Di depan keluarga para korban, Duterte tidak menunjukkan rasa penyesalan atas keputusan-keputusannya selama memimpin Filipina.
Di usia 79 tahun, Duterte menyatakan ketidaksabarannya dalam menghadapi pengadilan ICC dan menginginkan proses ini segera selesai.
"Saya sudah tua dan mungkin akan segera meninggal. Kalian mungkin akan kehilangan kesenangan melihat saya berdiri di depan pengadilan untuk mendengarkan putusan apa pun," ungkapnya dengan nada sarkastis.
Bagi Duterte, proses ini tampaknya bukan sekadar pertarungan hukum, melainkan pertaruhan besar atas kebijakan kontroversial yang ia terapkan selama masa jabatannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: