5 Ratu yang Pernah Memimpin Kerajaan Terbesar di Dunia, Nomor 2 Dijuluki The Virgin Queen
Ratu yang Pernah Memimpin Kerajaan Terbesar di Dunia--
BACA JUGA:Jangan Diabaikan! Kenali Tanda-tanda Tubuh Kekurangan Kolagen, Simak Cara Mengatasinya
Pada saat itu, kerajaan tersebut baru saja dibabat habis oleh Jayakatwang. Menurut laporan dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Gayatri memang tidak secara langsung menjadi raja.
Akan tetapi, ia berhasil mendidik anak cucunya untuk memimpin Majapahit hingga menjadi kerajaan yang besar. Di antaranya adalah Tribhuwana, Gajah Mada, hingga Hayam Wuruk.
Gayatri pada saat itu dikenal sebagai sosok "ibu suri" yang selalu memikirkan masa depan kerajaannya. Ia menolak naik takhta karena dirinya merupakan anak raja Singhasari, Kertanegara.
Pada saat itu, terdapat hukum tak tertulis yang mengisyaratkan bahwa seseorang yang telah kalah tidak boleh memimpin kembali, kecuali dengan alasan mendesak.
BACA JUGA:10 Cara Mudah Mendapatkan Uang dari TikTok, Paling Cuan Bagi Pemula
2. Tribhuwana Wijayatunggadewi, salah satu raja Majapahit paling berpengaruh
Namanya sering disebutkan dalam sejarah, Tribhuwana Wijayatunggadewi merupakan anak perempuan dari Gayatri Rajapatni. Ia mendapatkan mandat dari ibunya untuk memimpin Majapahit.
Tugasnya adalah memperbaiki kerajaan setelah kekacauan yang disebabkan oleh Jayanegara. Mengutip studi dari AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Surabaya, Tribhuwana memiliki peran yang besar dalam perkembangan Majapahit. Berikut ini di antaranya:
- Berhasil mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintahan Majapahit;
- Berhasil menaklukkan wilayah Sadeng dan Keta;
- Mengangkat Gajah Mada sebagai rakryan mahapatih yang menghasilkan program politik baru, yaitu Sumpah Palapa. Bersamanya, Tribhuwana ingin mempersatukan seluruh wilayah Nusantara;
- Berhasil menaklukkan Sumatra dan Bali lewat Sumpah Palapa.
BACA JUGA:Ini 5 Minuman Kolagen Alami, Kulit Kencang Tanpa Perawatan Mahal
3. Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga
Sosok perempuan hebat berikutnya adalah Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga. Ia dikenal sebagai sosok yang adil dan tegas dalam memimpin. Sang ratu juga menjunjung tinggi hukum dan tak ragu menjatuhi sanksi kepada pelanggarnya. Itulah kenapa, rakyat sangat patuh.
Cerita tentang ketegasan Ratu Shima bergaung hingga ke berbagai negara. Kala itu, seorang raja bernama Ta-Shih dari Timur Tengah ingin menguji kebenaran kisah tersebut dan pergi ke Kalingga. Ia sengaja menjatuhkan kantung berisi emas di jalan untuk melihat adakah orang yang berani mengambilnya.
Ternyata, kantung tersebut tetap berada di tempat semula hingga berbulan-bulan kemudian. Setelahnya, Pangeran Narayana, anak Ratu Shima, tak sengaja menyentuhnya dengan kaki. Sang ibu pun hendak menghukumnya.
Namun karena Narayana melakukannya secara tak sengaja, para pejabat setempat memohon keringanan dan ampunan untuk sang pangeran. Ratu Shima memimpin Kalingga selama kurang lebih 60 tahun.
Rakyat begitu menghormatinya karena ia mengajarkan kejujuran dan nilai-nilai kebaikan lainnya. Sepeninggal Ratu Shima, kerajaan tersebut runtuh karena serangan dari Kerajaan Sriwijaya.
BACA JUGA:Jangan Tunggu Rusak, Kenali Tanda HP Terkena Virus dan Cara Kerjanya
4. Dyah Suhita, menjadi pemimpin di usia muda
Majapahit nampaknya merupakan kerajaan yang sering dipimpin oleh perempuan.
Selain Gayatri dan Tribhuwana, sosok raja lainnya yang tak kalah populer adalah Dyah Suhita atau yang dikenal pula sebagai Ratu Ayu Kencanawungu. Ia merupakan pewaris takhta Majapahit ke-7 yang menjabat setelah Perang Paregreg.
Suhita diangkat menjadi pemimpin saat dirinya masih sangat muda, yaitu sekitar 20 tahun. Walaupun begitu, ia tak kalah cakap dari pendahulunya, yaitu Tribhuwana.
Suhita bersama suaminya, Ratnapangkaja memerintah cukup lama di Majapahit, yaitu sekitar 28 tahun. Dalam masa kepemimpinannya, ia berhasil menata kembali kerajaan yang sempat kacau setelah terjadinya perang saudara.
Ia juga menggencarkan perkembangan sumber daya alam, mendirikan tempat pemujaan, candi, dan punden berundak.
Ternyata, dirinya merupakan perempuan terakhir yang memimpin Majapahit, lho. Sepeninggalan Suhita, tidak ada lagi raja perempuan lain yang menguasai kerajaan terbesar di Nusantara tersebut.
BACA JUGA:Rahasia Awet Muda, Ini 10 Minuman Kolagen Terbaik yang Harus Dicoba Sekarang
5. Sultanah Nahrasiyah, perempuan pertama yang menguasai Samudra Pasai
Beranjak dari Jawa, berikutnya ada Sultanah Nahrasiyah. Ia merupakan perempuan pertama yang menjadi raja di Aceh, tepatnya di Kerajaan Samudra Pasai.
Saat itu, ia menggantikan ayahnya yang bernama Raja Malikussaleh. Sultanah Nahrasiyah membawa banyak perkembangan di kerajaan Islam tersebut.
Masa kepemimpinannya bahkan menjadi era kejayaan Samudra Pasai. Ia berhasil meningkatkan laju perdagangan, kesejahteraan rakyat, serta memperjuangkan hak-hak para perempuan yang saat itu sering disepelekan. Raja perempuan ini sangat dihormati oleh penduduk setempat.
Dilansir Museum Nasional, kuburannya diberi nisan yang bertuliskan berikut ini:
"Inilah kubur wanita yang bercahaya suci, ratu yang terhormat, almarhumah yang diampunkan dosanya, Nahrasiyah. Putri Sultan Zainal Abidin, putra Sultan Ahmad, putra Sultan Muhammad, putra Sultan Malik As-Shaleh. Kepada mereka itu dicurahkan rahmat dan diampunkan dosanya. Mangkat dengan rahmat Allah pada hari Senin, 17 Dzulhijah 831 H/1428."
BACA JUGA:Rincian Dana Desa Kabupaten Kubu Raya Tahun 2025, Total Rp 133 Miliar, Cek Desa yang Terbesar
6. Dyah Tulodong, sang ratu Mataram Kuno
Sri Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodong Sri Sajjana Sanmatanuraga Uttunggadewa dikenal pula dengan nama Dyah Tulodong. Ia merupakan perempuan yang memimpin Kerajaan Mataram Kuno sekitar tahun 919-924.
Tak banyak cerita yang beredar mengenai sang ratu. Namun ia terkenal karena mampu menggagalkan ekspansi raja Airlangga yang saat itu telah menguasai wilayah di sekitar Mataram Kuno.
BACA JUGA:Ini 5 Minuman Kolagen Alami, Kulit Kencang Tanpa Perawatan Mahal
7. Sultanah Safiatuddin, raja perempuan dari Aceh
Jika Sultanah Nahrasiyah berasal dari Samudra Pasai, Sultanah Safiatuddin merupakan pemimpin Kerajaan Aceh. Ia menggantikan takhta suaminya yang meninggal, yaitu Sultan Iskandar Tsani. Sebab keduanya tidak memiliki anak untuk melanjutkan kepemimpinan.
Walaupun pemilihan Safiatuddin sempat menuai pro dan kontra, perempuan ini berhasil membawa perkembangan pesat di Kerajaan Aceh. Masa kepemimpinannya bahkan disebut sebagai zaman keemasan Islam dan Melayu.
BACA JUGA:Rincian Dana Desa Kabupaten Kubu Raya Tahun 2025, Total Rp 133 Miliar, Cek Desa yang Terbesar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: