Natalius Pigai, Menteri HAM yang Minta Anggaran di Kementeriannya Dirombak Jadi 20 T
Natalius Pigai--
Dalam pidatonya, ia meminta tim transisi pemerintah untuk merombak anggaran kementeriannya agar sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
"Rombak itu anggaran, dari Rp 64 miliar menjadi Rp 20 triliun. Tidak mungkin visi Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto bisa tercapai dengan anggaran sekecil itu," tegas Pigai yang kembali mendapat tepuk tangan dari hadirin.
Dalam wawancara terpisah setelah pidato, Pigai menjelaskan bahwa kementeriannya akan berfokus pada pembangunan HAM, baik secara fisik maupun non-fisik.
Ia menggarisbawahi pentingnya dukungan anggaran yang besar agar misi tersebut bisa tercapai. "Saya sudah sampaikan, tolong tulis tanpa edit-edit supaya Ibu Menteri dan Kepala Bappenas bisa baca. Karena saya ini pegawai negeri, jadi tahu teknik masuk-masuknya," jelasnya sambil tersenyum.
Saat ditanya mengenai besaran anggaran yang ia butuhkan, Pigai menjawab dengan tegas bahwa angka Rp 20 triliun adalah jumlah yang ideal.
"Kalau negara punya kemampuan, saya maunya di atas Rp 20 triliun. Jangan anggap saya remeh, saya ini orang lapangan di HAM," katanya yakin.
BACA JUGA:Suhu Panas BMKG Hari Ini 23 Oktober 2024, Ada yang Tembus 34 Derajat Celcius
Profil Natalius Pigai: Menteri HAM yang Kritis
Natalius Pigai, seorang putra asli Papua, menjadi pusat perhatian sejak ditunjuk oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kabinet Merah Putih periode 2024-2029.
Penunjukan ini dianggap sebagai pengakuan atas kontribusi Pigai dalam memperjuangkan hak asasi manusia, terutama bagi masyarakat yang terpinggirkan.
Pigai lahir di Paniai, Papua Tengah, pada 25 Desember 1975, dan sejak muda sudah menunjukkan tekad kuat dalam membela hak-hak masyarakat.
Pendidikan formalnya dimulai di Sekolah Tinggi Pemerintah Masyarakat Desa di Yogyakarta, di mana ia memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan (S.I.P.).
Selain pendidikan formal, Pigai aktif memperdalam pengetahuannya melalui berbagai pelatihan non-formal, termasuk kursus statistika di Universitas Indonesia pada 2003 dan pendidikan kepemimpinan di Lembaga Administrasi Negara pada 2010-2011.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


