"Wahai, Tuan Syekh. Itu air terakhir persediaan kami yang rencananya untuk minum anak-anak kami," ucap salah satu warga.
Perbuatan Abu Nawas ini tentunya mengundang reaksi kemarahan warga. Ada yang mencemooh, ada yang membentak, ada pula yang menghujat.
Namun di tengah kegaduhan itu, Abu Nawas dengan tenang mengangkat bajunya yang dicuci, lalu menjemurnya, dan perkataan mereka tidak dihiraukan.
Para warga bertambah emosi sehingga hendak memukulinya. Tapi niat mereka langsung terhenti karena tiba-tiba terdengar suara guntur yang disusul hujan lebat, penduduk pun lupa dengan marahnya.
Bahkan sebaliknya, mereka berebutan mencium tangan Abu Nawas dan mulai berteriak kegirangan menyambut datangnya hujan yang sudah lama ditunggu.
Saat itu sang kepala dusun menghampiri Abu Nawas. "Tuan Syekh, sebenarnya doa apa yang Tuan panjatkan sehingga langit berkenan menurunkan hujan," tanya kepala dusun.
BACA JUGA:Waspadai Penyakit Tunas Daun Kelapa Sawit Membusuk, Ini Penangkalnya
Dengan polosnya Abu Nawas menjawab, "Begini, doaku biasa saja, tapi jubahku ini tinggal satu dan tidak pernah dicuci selama berbulan-bulan. Bila aku menjemurnya pasti hujan akan turun deras, mungkin karena langit tidak tahan dengan bau jubahku," celetuk Abu Nawas.