Raden Kian Santang menetap cukup lama dii Mekkah hingga akhirnya memutuskan untuk kembali ke Pajajaran menyebarkan Islam.
Hingga sekarang masih menjadi pertanyaan besar: Apakah Prabu Siliwangi menolak ajakan putranya masuk Islam, atau menerima ajakan itu secara diam-diam.
Konon, Prabu Siliwangi memilih untuk menghilang di hutan Sancang untuk menghindari pertumpahan darah dengan anak cucunya yang telah memeluk Islam.
Banyak kisah yang mengandung kepercayaan (mitos) yang menganggap Leuweung Sancang di Garut sebagai tempat tilem (menghilang) Prabu Siliwangi.
Menurut cerita rakyat yang berhasil dikumpulkan oleh panitia Hari Buku International Indonesia yang diprakarsai Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada 1972, Prabu Siliwangi mubus (kabur menyelinap) ke arah selatan karena dikejar-kejar anaknya, Kian Santang, agar masuk Islam.
Tiba di Hutan Sancang, Prabu Siliwangi bersama pengikut setianya menghilang.
Prabu Siliwangi mindarupa (berubah wujud) menjadi macan putih, sedangkan pengikutnya menjadi macan belang manjang yang disebut maung Sancang.
Konon macan putih jelmaan Prabu Siliwangi bersemayam di sebuah goa besar bernama Guha Garogol dan sesekali merenung menyendiri di puncak Karang Gajah di dekat muara Sungai Cikaingan.