NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM – Setiap 1 Oktober diperingati Hari Kesaktian Pancasila. Peringatan dilakukan untuk mengenang tragedi yang terjadi pada bangsa ini, yakni Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S PKI).
Banyak cerita sebelum, saat dan sesudah peristiwa kelam itu terjadi. Diantaranya ini, kisahnya, di pusat komando operasi G30S PKI yang disebut sebagai Senko II yang berada di kawasan Lubang Buaya, para pimpinan operasi awalnya saling berpelukan, memberikan selamat satu sama lainnya atas suksesnya penculikan para jenderal Angkatan Darat.
BACA JUGA:Kisah Penumpasan PKI, Ada yang Kebal Peluru, Tumbang Setelah Peluru Diusapkan ke Tanah
Situasi di pagi hari tanggal 1 Oktober 1965 itu, merupakan jam-jam genting yang sangat menentukan. Bayangan kemenangan dari rencana kudeta G30S PKI itu telah ada di depan mata.
Pada jam sebelum itu, sekira pukul 03.00, Letnan Satu Doel Arif dan pasukan pasopatinya mengepung sebuah rumah di Jalan Teuku Umar 40 Jakarta.
Bunyi perintah untuk Letnan Satu Doel Arief adalah: menculik sang pemilik rumah, hidup atau mati!. Lettu Doel Arif bergerak cepat, pemilik rumah itu adalah Menhankam Pangab Jenderal AH Nasution. Ia merupakan target utama dalam daftar para Jenderal Angkatan Darat yang harus diculik oleh kelompok G30S PKI.
Sang Jenderal yang kenyang dengan berbagai medan pertempuran pada masa perjuangan merebut kemerdekaan itu, dituduh para konspirator G30S PKI sebagai tokoh utama "Dewan Jenderal" yang akan merebut kekuasaan dari tangan presiden Soekarno.
BACA JUGA:Tak Seberuntung Namanya, Kisah Dalang G30S PKI Saat Kabur Diteriaki Copet dan Digebuk Massa
Namun pada dini hari itu, rencana operasi kacau diluar perkiraan. Tokoh utama sasaran penculikan, Jenderal Nasution, rupanya berhasil lolos dari pengepungan.
Doel Arief dan pasukan Pasopatinya hanya bisa membawa Kapten Pierre Tendean sebagai tawanan dan juga menembak mati Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun dan putri bungsu Jenderal Nasution, Ade Irma Suryani.
“Ketika masuk berita bahwa Nasution tidak kena dan melarikan diri, kelompok pimpinan menjadi terperanjat, kehilangan akal dan tidak berbuat apa-apa" jelas Brigjen Suparjo, dalam surat rahasianya yang Ia selundupkan ke penjara Laksamana Omar Dhani, dikutip dari Victor M. Fic dalam bukunya "KUDETA 1 OKTOBER 1965: Sebuah Studi tentang Konspirasi" terbitan Yayasan Obor Indonesia 2005.
BACA JUGA:Tak Seberuntung Namanya, Kisah Dalang G30S PKI Saat Kabur Diteriaki Copet dan Digebuk Massa
Lalu dalam hitungan jam, situasi berubah dengan cepat, para "Perwira Berpikiran Maju" itu tercekat, saat mengetahui Jenderal Nasution yang berhasil lolos, bersama Mayjen Soeharto mulai mempersiapkan serangan balik.
Suparjo, dalam catatan Victor M. Fic, sebagaimana disebutkan dalam dokumen rahasia yang dikirim ke penjara Omar Dhani, saat itu mengkritik tentang garis komando operasi yang tidak terencana dengan rapih.
Suparjo bahkan menyayangkan sistem komando operasi yang tidak terpusat. Menurutnya, karena G30S PKI adalah operasi militer, seharusnya puncak komando dipegang oleh Letkol Untung dari kalangan militer.