"Sedangkan di sektor ketahanan meningkatkan risiko kesehatan berkaitan dengan sanitasi dan ketersediaan air bersih untuk di konsumsi dan kebersihan. Bagi daerah yang mengalami karhutla, kondisi ini juga dapat berakibat pada polusi udara dan memicu terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)," imbuhnya.
Sementara itu, Dwikorita menyebut bahwa sebagian besar wilayah Indonesia telah mengalami kondisi curah hujan sangat rendah pada Juli, Agustus September dan Oktober 2023 meliputi sebagian besar Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian besar Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Maluku, sebagian Maluku Utara dan sebagian Papua.
Berdasarkan pantauan BMKG, hingga pertengahan Oktober 2023, sebagian wilayah di Pulau Sumatera bagian Selatan, Jawa, Bali - Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi bagian selatan, Maluku serta Papua bagian selatan telah mengalami Hari Tanpa Hujan berturut-turut antara 21 - 60 hari.
Sedangkan, Hari Tanpa Hujan kategori Ekstrem Panjang dengan HTH lebih dari 60 hari terpantau terjadi di wilayah Lampung, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Di Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTT, NTB, Kalteng, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua. Adapun HTH terpanjang tercatat selama 176 hari terjadi di Sumba Timur & Rote Ndao - Nusa Tenggara Timur.
"Situasi ini harus menjadi perhatian kita bersama mengingat sebaran titik panas di Indonesia menunjukkan peningkatan terutama di daerah rawan karhutla. Pulau Kalimantan memiliki titik panas terbanyak dengan tingkat kepercayaan tinggi, diikuti oleh Sumatera bagian selatan, kepulauan Nusa Tenggara, dan Papua Selatan," tuturnya.
BACA JUGA:Takut Banyak Kecoa di Rumah, Tenang, Ini Ada 11 Cara Mengusir Kecoa Pakai Bahan Rumahan
Dwikorita mengungkapkan, terdapat sejumlah strategi yang dapat diambil pemerintah sebagai upaya kesiap-siagaan yaitu, menguatkan manajemen air yang efisien untuk memastikan pasokan air yang cukup untuk pertanian dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Kedua, menguatkan penyebaran informasi pedoman kepada petani untuk beradaptasi dengan perubahan pola musim dan memilih tanaman yang lebih tahan kekeringan.
Ketiga, menyelenggarakan program penyuluhan dan pelatihan untuk membantu masyarakat dalam mengadopsi praktik pertanian yang lebih tahan terhadap kondisi kekeringan. Keempat, penguatan pengelolaan hutan dan lahan untuk mencegah kebakaran hutan yang dapat dipicu oleh cuaca kering. Kelima, program rehabilitasi ekosistem dan restorasi lahan yang terdegradasi akibat kekeringan atau kebakaran.
BACA JUGA:Bingung Mengobati Sariawan di Tenggorokan? Ini Cara Mudahnya, Cukup Dengan Berkumur Air Garam
Sementara strategi keenam yaitu menyusun rencana kesiapsiagaan logistik untuk memastikan pasokan air bersih dan bahan makanan cukup terutama di wilayah yang rentan. Dan, ketujuh, melakukan kampanye kesadaran masyarakat tentang praktik konservasi air dan upaya pengurangan risiko bencana.
Tim liputan