1. Dugaan atau Kira-kira
Jika Anda hanya memiliki dugaan atau perkiraan bahwa uang tersebut mungkin hasil curian atau bercampur dengan harta halal, status uang tersebut disebut sebagai harta syubhat. Menurut beberapa pandangan dalam Islam, hukumnya adalah boleh untuk menerimanya.
2. Makruh
Meskipun hukumnya boleh, dalam beberapa pandangan, menerima atau bertransaksi dengan harta syubhat bisa dianggap makruh (tidak disukai). Makruh artinya tidak dilarang secara tegas, tetapi dianjurkan untuk dihindari.
3. Tidak Diharamkan secara Mutlak
Hukum menerima uang syubhat adalah makruh, bukan haram secara mutlak. Ini berarti masih ada ruang untuk kebijaksanaan dan penilaian pribadi.
4. Perbandingan dengan Harta Haram Lainnya
Dalam beberapa literatur Islam, perbandingan dibuat dengan transaksi atau penerimaan harta dari sumber yang jelas haram. Jika dibandingkan dengan harta yang jelas haram, menerima harta syubhat dapat dianggap lebih menerima.
Dalam menyikapi undangan makan dari seorang rentenir atau seseorang yang memiliki sumber penghasilan dari riba, pendekatan yang diambil oleh Abdullah bin Mas'ud, sebagaimana disampaikan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Rajab, adalah untuk datang dan menerima undangan tersebut.
Meskipun tuan rumah memiliki dosa dari praktik riba, kelezatan makanan diundang dianggap bagi tamu.
Selain itu, Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni menyatakan bahwa secara lahiriah, harta yang ada di tangan seseorang dianggap miliknya.
Dalam situasi seseorang membeli barang dari orang yang hartanya bercampur antara haram dan halal, jika diketahui bahwa barang yang dibeli berasal dari harta halal, maka hukumnya dianggap halal.
Jika diketahui berasal dari harta haram, maka hukumnya dianggap haram. Namun, jika tidak diketahui asal-usul harta tersebut, maka transaksi tersebut dianggap makruh karena adanya kemungkinan haram.
BACA JUGA:Mudah dan Efektif, Begini Cara Memutihkan Wajah dengan Tomat dan Gula Pasir, Bye bye Insecure