ISRAEL, POLITIK DAN OLAHRAGA

Sabtu 25-03-2023,10:25 WIB

BACA JUGA:Siap-siap, Ini Jadwal Kedatangan Musim Kemarau di Indonesia

Penolakan juga datang dari tokoh-tokoh partai, kepala daerah dan juga politisi antara lain dua politisi PDIP, Ganjar Pranowo (Gubernur Jateng) dan I Wayan Koster (Gubernur Bali), dan belakangan politisi PAN, Helmi Hasan (Walikota Bengkulu) juga menolak kedatangan Israel. Helmi Hasan dan Wayan Koster bahkan menulis surat resmi kepada Menpora untuk menegaskan sikap penolakannya. 

Politik dan Olahraga

Politik dan olahraga pada dasarnya adalah dua dunia yang berbeda. Tapi keduanya sama-sama bisa menjadi panggung untuk mengibarkan bendera Negara. Ya, bendera merah putih bisa berkibar di Negara lain saat kunjungan kenegaraan kepala Negara atau ketika atlet Indonesia meraih medali pada even-even olahraga seperti olimpiade atau Asian Games dan Sea Games. 

BACA JUGA:Perintah Pemerintah, Tanggal Segini Seluruh THR Harus sudah Dibayar

Dalam sejarahnya, politik dan olahraga sulit untuk dipisahkan. 

FIFA sendiri tidak berdaya memisahkan urusan politik dari olahraga sepakbola yang dinaunginya. Bukti terbaru adalah pencoretan Timnas Rusia dalam babak kualifikasi Piala Dunia 2022 sebagai imbas perang dengan Ukraina. Klub-klub sepakbola Rusia juga dilarang bertanding di kancah kompetisi antar klub UEFA. 

BACA JUGA:Pelindo Buka Lowongan Pekerjaan, Berikut Area Penempatan dan Bidang Usahanya

Olahraga bisa menjadi sarana ekspresi politik suatu Negara. Apa yang diperlihatkan oleh Presiden Sukarno di atas adalah ekspresi wajah konstitusi Indonesia yang tegas menolak penjajahan.  

Bahkan, sejumlah diktator pernah menjadikan olahraga sebagai alat propaganda politik. Diktator Franco, misalnya, menjadikan Real Madrid sebagai alat legitimasi. Atau Mussolini di Italia yang menjadikan panggung Piala Dunia 1934 sebagai alat kampanye politik.

BACA JUGA:2 Guru MAN Ribut, Ternyata Sejak Lama Tak Harmonis

Sukarno bahkan lebih jauh lagi menjadikan olahraga sebagai sarana untuk mengubah tatanan dunia baru. Putra sang fajar menggagas apa yang disebut _Ganefo (Games New Emerging Forces)_ sebagai tandingan Olimpiade. Dan Indonesia menyatakan keluar dari IOC. 

Pembentukan Ganefo ini juga erat dengan masalah politik. Karena kelanjutan dari pembentukan _Nefo (New Emerging Forces)_ sebagai lawan dari _Oldefo (Old Emerging Forces)_.

BACA JUGA:Cek BPKB dan STNK Anda, Jangan-jangan Palsu, Ini Cara Cek Keaslian BPKB dan STNK

Ketika menjadi tuan rumah Asian Games 1962, Sukarno juga menjadikan panggung olahraga itu sebagai alat lobi politik untuk menarik bantuan luar negeri. Hal itu untuk membangun agar sarana olahraga tanah air bisa memenuhi standar Internasional. Diantaranya Sukarno melobi Soviet. Hasilnya, akhirnya bisa dibangun Stadion Utama GUBK, Istora Senayan, Hotel Indonesia dan Jembatan Semanggi. 

Menyatunya politik dan olahraga juga pernah disimbolkan pada sosok legenda sepakbola Diego Maradona ketika diangkat menjadi duta resmi Argentina oleh Presiden Carlos Menem. 

Kategori :