Pernah Makan Ikan Semah? Begini Cerita Asal Usul Suku Pasemah yang Terletak di Sumsel

Senin 27-05-2024,15:21 WIB
Reporter : Tianzi Agustin
Editor : Septi Widiyarti

BACA JUGA:Jemo Lintang Harus Tahu, Seperti Ini Asal Usul Nama dan Sejarah Lintang

Konon, Ratu Atung Bungsu merupakan bangsawan dari Majapahit. Sebutan “Ratu” pada Atung Bungsu bukan berarti perempuan. Ratu itu sebutan laindari “Raja” istilah saat ini.

Menurut penelusuran Ahmad Bastari Suan, wilayah Besemah ini cukup luas. Penulis buku “Lampik Mpat Mardike Duwe” diterbitkan Pemkot Pagaralam tahun 2008 lalu itu menguraikan, bahwa Kabupaten/Kota seperti OKU, Lahat, Pagaralam, Empat Lawang, Muara Enim hingga Bengkulu Selatan masuk wilayah Besemah.

BACA JUGA:Tabel Kredit Pensiunan BRI Rp 50-100 Juta, Tenor 120 Bulan, Syarat Usia Minimal 21 Tahun

Wilayah tersebut banyak terdapat kesamaan. Dari budaya hingga strata sosial. Seperti bahasa misalnya, kebanyakan kata-kata berakhiran “e” (pepet,red). Juga dialek atau logat yang serupa. Memang ada beberapa pengucapan yang berbeda, tetapi tak terlalu jauh.

Mengutip dari pagaralamkota.go.id, orang-orang Basemah sendiri sudah beberapa kali disebut dalam laporan-laporan oleh pihak Hindia Belanda. Salah satunya dari tulisan seorang pegawai Hindia Belanda bernama JSG Grambeg.

Dalam tulisannya pada tahun 1865, Grambeg menyebut bahwa wilayah Pasemah sendiri belum masuk dalam jajahan Hindia Belanda. Adapun laporan yang mengatakan jika perlawanan Belanda terhadap orang-orang asli berlangsung cukup lama.

BACA JUGA:Catat! Ini Jadwal Pencairan Gaji 13 PNS dan Pensiunan 2024, Tinggal Menghitung Hari

Orang-orang Eropa pada awalnya tidak mengetahui siapa sebenarnya orang Basemah. Namun, Thomas Stamford Raffles menyebut mereka ini dengan nama 'Passumah'.

Dalam sebuah buku karya John Bastin, orang 'Passumah' ini digambarkan bandit-bandit tidak tahu hukum, dan gagah berani pernah menyerang distrik Manna atau salah satu kota di Bengkulu sekitar abad ke-18.

Setiap suku memiliki hunian yang unik dan berbeda menyesuaikan dengan budaya mereka. Begitu juga dengan Suku Pasemah yang mempunyai rumah tradisional yang disebut dalam bahasa lokal dengan Ghumah Baghi.

BACA JUGA:Jangan Dianggap Sepele, Ini Penyebab Ban Mobil Benjol, Begini Cara Mencegahnya

Ciri khas Ghumah Baghi adalah memiliki atap yang runcing mirip seperti tanduk atau membentuk pelana kuda. Namun atap ini tidak begitu runcing jika dibandingkan dengan atap rumah adat Toraja.

Atap rumah adat suku Pasemah memanfaatkan bahan-bahan yang disediakan oleh alam seperti ijuk atau pohon aren.

Tiang-tiang rumah juga menggunakan bahan ramah lingkungan yaitu kayu dengan rangka atap berbahan bambu. Keunikan lainnya adalah setiap sudut rangka rumah tidak menggunakan paku melainkan pasak. Bagian dalam ghumah gaghi tidak dibuat sekat-sekat kamar melainkan hanyalah ruang yang terbuka luas.

BACA JUGA:Falsafah Demokratis Orang Chaniago Sumatera Barat, Bulek Kato Dek Mufakat

Sedangkan untuk bagian depan dibuat lebih tinggi daripada lantai bagian dalam. Anggota keluarga dari garis keturunan laki-laki akan menempati bagian depan, sedangkan keturunan wanita akan berada di bagian dalam. Satu lagi keunikan dari rumah ini adalah tidak memiliki jendela dan hanya terdapat satu buah pintu kayu.

Dari kontruksinya Ghumah Baghi pada bagian tiang terdiri dari satu balok kayu utuh yang tidak ditanam tetapi berdiri pada sebongkah batu, kontruksi ini merupkan kontruksi anti gempa.

Ghumah Baghi berbentuk rumah panggung dengan 8 tiang sehingga disebut Ghumah Baghi Ghilapan dan Ghumah Baghi Tatahan, karena terdapat pahatan pada bagian dinding dan tiang bagian atas.

BACA JUGA:Begini Cara Mudah Mengurus Taspen Kematian Secara Online, Lengkapi Syaratnya

Suku pasemah juga mengenal berbagai variasi dalam adat pemikahan dan penarikan garis keturunan. Dalam perkawinan, dikenal adat ambil anak dengan adat menetap nikah matrilokal.

Pada perkawinan semacam ini pihak laki-laki tidak membayar uang jujur kepada pihak perempuan.

Kategori :