Kematian tragis Rebecca Cheptegei mengundang simpati dan kemarahan dari berbagai pihak, terutama dari dunia olahraga.
Federasi Atletik Uganda menyampaikan duka cita yang mendalam atas kehilangan seorang atlet berbakat yang telah menjadi inspirasi bagi banyak orang.
"Kami sangat sedih mengumumkan berita meninggalnya atlet kami, Rebecca Cheptegei. Ia secara tragis menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Kami mengutuk tindakan tersebut dan menyerukan keadilan. Semoga jiwanya beristirahat dalam damai," tulis Federasi Atletik Uganda dalam pernyataan resmi mereka.
BACA JUGA:Simulasi Angsuran Pinjaman KUR BRI Rp100 Juta Hingga Rp500 Juta Selama 5 Tahun
Presiden Komite Olimpiade Uganda, Donald Rukare, juga mengecam serangan tersebut sebagai tindakan pengecut dan tidak masuk akal yang merenggut nyawa seorang atlet hebat.
Selain itu, Menteri Olahraga Kenya, Kipchumba Murkomen, berjanji akan memastikan bahwa keadilan ditegakkan untuk korban.
"Tragedi ini adalah pengingat bahwa kita harus berbuat lebih banyak untuk memerangi kekerasan berbasis gender, terutama di kalangan atlet elit," tulis Murkomen dalam pernyataannya.
BACA JUGA:Catat, Ini Jenis Pekerjaan yang Paling Banyak Dicari di Jepang untuk TKI Tahun 2024
Dukungan dan Kutukan dari Lembaga Internasional
Tidak hanya dunia olahraga yang berduka, tetapi lembaga-lembaga internasional juga turut menyampaikan kecaman terhadap kekerasan yang menewaskan Rebecca.
Ibu Negara Uganda, Janet Museveni, menyebut kematian Rebecca akibat kekerasan dalam rumah tangga sebagai sesuatu yang "sangat mengganggu."
Selain itu, Presiden Komite Olimpiade Internasional, Thomas Bach, menyebut Rebecca sebagai sosok yang telah memberikan inspirasi dan kebanggaan melalui partisipasinya di Olimpiade.
BACA JUGA:3 Perwira di Polresta Barelang Batam yang di PTDH Ajukan Banding, Ini Alasan Kompol S
Salah satu pernyataan paling keras datang dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric, mengutuk kematian Rebecca sebagai bukti bahwa dunia masih terjebak dalam budaya patriarki yang menempatkan perempuan dalam posisi rentan.
Dujarric mengutip data dari UN Women yang menunjukkan bahwa setiap 11 menit, seorang perempuan atau anak perempuan di dunia dibunuh oleh pasangan atau anggota keluarganya.
BACA JUGA:Penampakan Oknum Satpol PP Diduga Pungli, Minta Setoran ke Pedagang di Jalan