“Coba jelaskan perkataanmu. Siapa lelaki yang hamil dan siapa dukun beranaknya?” tanya Baginda Sultan kemudian.
Maka dengan senang hati berceritalah Abu Nawas. Konon, ada seorang raja mengusir seorang pembesar istana.
Tetapi setelah lima bulan berlalu, tanpa alasan yang jelas, sang Raja memanggil kembali pembesar tersebut ke Istana. Ini ibarat hubungan laki-laki dan perempuan yang kemudian hamil tanpa menikah. Tentu saja itu melanggar adat dan agama, menggegerkan seluruh negeri.
BACA JUGA:Abu Nawas Lolos dari Hukuman Maut
Lagi pula apabila seorang mengeluarkan titah, tidak boleh mencabut perintahnya lagi. Jika itu dilakukan, ibarat menjilat air ludah sendiri, itulah tanda-tanda pengecut. Oleh karena itu harus berpikir masak-masak sebelum bertindak. Itulah tamsil seorang lelaki yang hendak bersalin, adapun dukun beranak yang ditunggu, adalah baginda kemari.
"Dengan kedatangan baginda kemari, berarti hamba sudah melahirkan, yang dimaksud dengan bersalin adalah hilangnya rasa sakit atau takut hamba kepada Baginda,” tutur Abu Nawas.
Baginda kaget juga dengan cerita Abu Nawas. Tapi ia tak mau banyak berdebat. “Bukan begitu," kata Baginda Sultan dengan suara lunak. “Ketika aku melarang kamu datang lagi ke istana, itu tidak sungguh-sungguh, melainkan hanya bergurau. Besok datanglah engkau ke istana. Aku ingin bicara denganmu. Memang di sana banyak menteri, tetapi tidak seperti kamu. Lagi pula selama engkau tidak hadir di istana, selama itu pula hilanglah cahaya Balairungku,” ujar Baginda mengakui pentingnya Abu Nawas.
BACA JUGA:Ancaman Abu Nawas untuk Raja, Dengan Berat Hati Raja Harus Ikut Kemauan Abu Nawas