“Ohh, itu karena beberapa ekor unta kami tampak kelelahan. Jadi, kami berhenti sejenak untuk membiarkan mereka beristirahat di taman masjid ini. Islam mengajarkan kami untuk tidak berbuat zalim kepada semua makhluk, termasuk pada unta-unta ini. Benar begitu, kan?” jawab kepala rombongan.
Abul Augus merasa kagum dengan jawaban ketua rombongan musafir itu. Namu, masih ada yang ingin ia tanyakan.
“Tuan, apakah engkau bersikap baik hanya pada unta saja, atau pada semua binatang?” tanyanya.
Ketua rombongan itu tersenyum, lalu menjawab,”Jangankan kepada binatang, bahkan, kepada pepohonan ini pun kami juga takut untuk berbuat zalim. Kita sholat untuk mencegah dari berbuat fahsya dan munkar. Untuk apa sholat jika tetap berbuat kejahatan terhadap sesama makhluk ciptaan Allah?”
Abul Augus semakin kagum dengan jawaban tersebut. Ia lalu pamit untuk melanjutkan perjalanan bersama Abu
BACA JUGA:Heboh, Abu Nawas Mengaku Hamil, Kok Bisa Laki-laki Hamil?
Sepanjang perjalanan, ia tampak lebih tenang saat mengendalikan untanya. Sepertinya ia tengah berusaha mencerna kalimat yang diucapkan oleh ketua rombongan musafir tadi.
Abu Nawas mengajaknya berbicara untuk memecahkan keheningan. “Tampaknya kau sedang berpikir sesuatu. Apa yang sedang kau pikirkan?” tanyanya.
Abul Augus sangat bersemangat dan sontak bertanya, “Sebenarnya, tadi saya mendengar kepala musafir menyebutkan kata fahsya dan munkar. Jujur saja, saya belum mengerti maksudnya, Tuan. Bolehkah saya meminta penjelasan pada Tuan?”