Asal Usul Kue K*nt** Kejepit, Warisan Kuliner dari Bantul yang Penuh Cita Rasa
Asal Usul Kue K*nt** Kejepit--
Bahan Sederhana, Rasa Bikin Nagih
Meski namanya ekstrem, bahan dasar kue ini sangat sederhana. Adonan dibuat dari tepung beras, gula jawa, dan parutan kelapa.
Adonan kemudian digoreng dalam minyak panas seperti halnya kue cucur. Bedanya, setelah setengah matang, kue ini dijepit hingga berbentuk unik dengan tekstur bagian luar agak gosong, sementara bagian dalam tetap lembut dan manis.
Penggunaan gula jawa sebagai pemanis alami membuat rasanya khas dan berbeda dengan jajanan modern yang menggunakan gula pasir.
Perpaduan manis dan sedikit pahit dari bagian luar yang nyaris gosong justru menambah sensasi tersendiri saat disantap.
BACA JUGA:Karena Orang Indonesia Tidak Tahu, Harta Karun Malah Dibuang ke Laut
Filosofi di Balik Adrem
Selain soal rasa, ternyata kue ini juga menyimpan filosofi mendalam. Menurut kisah yang berkembang di masyarakat Bantul, adrem adalah simbol rasa syukur kepada Dewi Sri, dewi kesuburan dalam budaya Jawa.
Karena dibuat dari beras dan kelapa dua hasil bumi penting kue ini dianggap sebagai bentuk penghormatan atas hasil panen yang melimpah.
Selain itu, kata “adrem” sering dihubungankan dengan makna “adem” atau “anyep”, yang melambangkan ketenangan, pengayoman, dan pengampunan.
Filosofi ini membuat adrem bukan sekadar jajanan, tapi juga bagian dari tradisi spiritual masyarakat.
BACA JUGA:Hari Anti Korupsi Sedunia 2025, Kejari Bengkulu Bagi Stiker dan Sosialisasi Tindak Pidana Korupsi
Alat Tukar di Zaman Dahulu
Hal menarik lainnya, kue adrem atau tolpit dahulu pernah digunakan sebagai alat barter.
Konon, di masa panen, warga yang ingin menikmati kue ini menukarkan hasil gabah mereka kepada penjual adrem yang berkeliling kampung atau sawah.
Jadi, adrem bukan hanya sekadar makanan manis, tapi juga bagian dari interaksi ekonomi masyarakat tempo dulu.
Pada era 1980-an hingga 1990-an, kue ini cukup populer di kalangan masyarakat Bantul dan sekitarnya.
Biasnya disajikan untuk teman minum teh hangat atau kopi pahit di sore hari.
Namun, seiring dengan masuknya makanan modern, pamornya mulai meredup. Kini, hanya beberapa pedagang tradisiona saja yang masih menjajakannya, sehingga membuatnya semakin langka.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


