Cerita Tragis G30S PKI, Sang Adik Letjen S Parman Dibunuh PKI dan Sang Kakak Sakirman Ditembak Militer
Letjen S. Parman, salah satu jenderal yang menjadi korban G30S/PKI--
NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM – Salah seorang pahlawan revolusi yang gugur dalam G30S PKI yakni Letjen S. Parman. Jenderal intelijen bernama lengkap Siswondo Parman ini lahir di Wonosobo, Jawa Tengah pada 4 Agustus 1918.
Perjalanan awal karirnya di bidang militer dimulai dengan mengikuti Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sampai pada akhir Desember 1945, ia diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta.
Sampai akhirnya, S Parman ditetapkan sebagai perwira intelijen sehingga banyak tahu tentang kegiatan PKI. Hal inilah yang menjadikannya sasaran utama PKI, apalagi ia pun menolak rencana PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani. Akibatnya, ia menjadi korban penculikan oleh Resimen Tjakrabirawa. Padahal, saat itu sang kakak kandungnya, yaitu Ir Sakirman tengah menjabat sebagai petinggi di Politbiro CC PKI.
BACA JUGA:Tidak Bisa Daftar di RT/RW, Ini Ciri Penipuan Berkedok Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 62
Saat peristiwa yang disebut G30S PKI, S Parman diburu oleh pasukan Tjakrabirawa di bawah pimpinan Serma Satar dan diculik untuk dibawa ke Lubang Buaya bersama tokoh-tokoh lainnya hingga meninggal di tempat.
Tak disangka, sang kakak Ir Sakirman dianggap sudah mengetahui rencana penculikan adiknya oleh PKI. Namun saying tidak berbuat apa-apa.
Sang Kakak Ir Sakirman
Sewaktu balatentara Jepang mendarat di Hindia Belanda, kalangan yang tak menyukai kolonialisasi Belanda bahagia, sebab pemerintahan Hindia Belanda takluk dalam hitungan minggu. Namun, ada juga orang Indonesia yang tak suka tentara Jepang, yakni golongan anti-fasis. Sakirman, seorang kepala sekolah teknik swasta di Bandung, termasuk golongan pertama.
BACA JUGA:5 Kode Voucher Shopee Hari Ini 28 September, Banjir Diskon Sampai Rp 100.000, Cepat Ambil
“Menurut Soebadio, Ir. Sakirman adalah seorang nasionalis yang bersuka cita melihat kedatangan Jepang daripada seorang komunis anti-fasis,” tulis Soe Hok Gie dalam Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan.
Sakirman kemudian bekerja di Kantor Kerajinan dalam Departemen Perekonomian Jepang di Jakarta. Insinyur lulusan Technische Hoogeschool te Bandoeng (kini ITB) ini juga anggota dari organisasi yang turut didirikan Amir Sjarifoeddin, Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Ia menjadi anggota sejak 1941.
Sakirman tidak dilahirkan dalam keluarga susah. Menurut Sutrisno, dalam Letnan Jenderal Anumerta Siswondo Parman (1984), ayah Sakirman yang bernama Kromodihardjo adalah pengusaha yang cukup berhasil di sekitar Wonosobo.
Kondisi orangtuanya itu memberi Sakirman peluang untuk bisa sekolah tinggi. Menurut Ensiklopedia Indonesia-Volume 3 (1954), Sakirman yang lahir pada 1911 di Wonosobo itu menamatkan pendidikannya pada 1939. Meski anak orang berada, ia akrab dengan kehidupan kromo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: