Sekarang Karmin Jadi Kontroversial, Padahal Sudah Dimanfaatkan Sejak 5 Abad Lalu
Sekarang kontroversial, Karmin sudah digunakan sejak 5 abad lalu --
Tidak hanya itu, tubuhnya juga dilapisi oleh lilin putih untuk melindungi diri dari kekeringan dan hujan.
Pewarna karmin yang dihasilkan serangga tersebut digunakan untuk pertahanan diri dari predator. Asam karminat tersebut hanya diproduksi oleh serangga cochineal betina yang terletak di hemolimfa dan telurnya. Asam karminat inilah yang dimanfaatkan untuk sumber penghasil warna merah tua dikenal sebagai Karmin CL 75470.
Cochineal betina memiliki panjang kira-kira 6 mm, lebar 4,5 mm, dan tinggi 4 mm. Dilansir dari laman Binus, pewarna karmin yang diproduksi Cochineal betina lebih banyak dari jantan sekitar 18-20%. Serangga ini tidak memiliki sayap dan hanya hinggap di daun kaktus, berbeda dengan Cochineal jantan.
BACA JUGA:Ibu-ibu, Bansos PKH Kategori Balita Rp750.000 Cair Lagi Bulan Oktober
Serangga Cochineal sebagai penghasil zat pewarna alami ini sudah dikenal sejak lama. Pewarna karmin pertama kali ditemukan dan digunakan oleh Suku Maya dan Suku Aztec lebih dari lima abad yang lalu di wilayah Amerika Utara, Tengah, dan Selatan.
Kutu daun tersebut telah digunakan oleh Suku Maya dan Aztec untuk mewarnai tekstil, obat-obatan, dan kosmetik. Untuk menghasilkan pewarna karmin sebanyak 500 gram, diperlukan 70.000 serangga Cochineal betina.
Pemanfaatan serangga Cochineal sebagai pewarna merah alami tersebut mulai berkembang sampai wilayah Eropa pada tahun 1518 ketika Hernan Cortes datang ke Amerika dan menggulingkan kekaisaran Aztec. Kemudian pewarna karmin menjadi zat pewarna yang sering digunakan untuk wol dan sutra.
BACA JUGA:Oktober Bikin Senyum, Bansos PKH Tahap 4 Cair, Kartu Prakerja Gelombang 62 Dibuka
Saat ini Peru dikenal sebagai penghasil karmin terbesar di dunia dengan mencapai 70 ton produksi per tahun. Menurut Kedutaan Besar Peru, produksi karmin tersebut telah menguasai 95% pangsa pasar internasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: