Banyak yang Tidak Tahu, Begini Jasa Masyarakat Tionghoa untuk Kemerdekaan Indonesia
Jasa masyarakat tionghoa dalam merebut kemerdekaan Indonesia--
SinPo sendiri disebut-sebut memiliki peran penting dalam sejarah pergerakan nasional. Surat kabar yang berdiri pada 1910 ini didirikan orang-orang Tionghoa dalam perjalanannya menyuarakan nasionalisme Tiongkok. SinPo juga lantang menyuarakan gerakan bumi putera yang menyuarakan persatuan kebangsaan.
“Bagaimana publikasi lagu Indonesia [Raya] , itu partitur pertamanya dicetak oleh majalah SinPo pada 10 November 1928,” ungkap Udaya Halim, Budayawan yang juga Founder Museum Benteng Heritage.
Selain itu ada pula peran Yo Kim Tjan dalam Merekam Lagu Indonesia Raya
Bukan saja perkara penyebarluasan lirik dan partitur lagu Indonesia [Raya]. Peran lain orang Tionghoa juga tercatat pada perekaman Lagu Indonesia [Raya].
Pada 1927, W.R Supratman meminta Yo Kim Tjan (Johan Kertajasa), pemilik orkestra ‘Populair’ untuk membantunya merekam lagu Indonesia [Raya]. Dalam orkestra ini, Supratman menjadi pemain biola.
Penawaran ke Yo Kim Tjan itu ia lakukan setelah sebelumnya ditolak oleh perusahaan rekaman Tio Tek Hong dan Odeon. Tapi sebagaimana penolakan sebelumnya, Supratman tak habis akal. Ia meminta bantuan Yo Kim Tjan untuk merekam lagu Indonesia [Raya] ke piringan hitam.
“Tio Tek Hong bilang ‘oh nggak berani saya, nanti ditangkap Belanda’ dan Odeon, perusahaan rekaman juga menolak. Setelahnya Supratman pergi ke Yo Kim Tjan dan memintanya merekam lagu tersebut,” cerita Udaya.
Di rumah Yo Kim Tjan yang terletak di jalan Gunung Sahari No.37 Jakarta, Supratman dibantu oleh seorang teknisi Jerman untuk merekam dua versi dari lagu tersebut. Pertama versi asli di mana Supratman menyanyikannya sambil bermain biola, sementara kedua adalah versi keroncong–agar bisa diperdengarkan ke publik luas.
“Supratman memberikan advice pada Yo Kim Tjan supaya direkam versi keroncong supaya orang Indonesia tahu seperti apa musiknya,” tutur Udaya.
Versi keroncong tersebut pun tersebar di kalangan pribumi. Mendengar kemunculan gerakan politik kala itu, pemerintah Belanda lantas menyita seluruh piringan hitam versi keroncong lagu Indonesia [Raya] tersebut.
Pada 1953, Yo Kim Tjan lantas mengirim surat ke Djawatan Radio Republik Indonesia (RRI) untuk memperbanyak piringan hitam lagu Indonesia [Raya] versi asli oleh W.R Supratman. Tapi surat permohonan ini ditolak oleh RRI dengan alasan, lagu Indonesia [Raya] telah menjadi lagu nasional dan berubah judul menjadi Indonesia Raya.
Kemudian 1957, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat itu atas nama Kusbini, meminta Yo Kim Tjan untuk menyerahkan master piringan hitam berisi lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan W.R Supratman. Dalam suratnya kepada Yo Kim Tjan, Kusbini menyebut piringan hitam tersebut akan digunakan untuk menyelesaikan perihal hak cipta.
BACA JUGA:Jangan Bangun Rumah di 7 Lokasi Ini, Nanti Anda Menyesal
“Jadi tahun 57 itu, master piringan hitamnya diminta untuk menyelesaikan hak cipta, tapi tahun 58 Yo Kim Tjan mendapat surat seolah-olah master piringan hitam itu diserahkan, dan sampai saat detik ini tidak ada satupun yang tahu di mana piringan hitam tersebut,” tutur Udaya.
Selama bertahun-tahun setelahnya, Kartika–putri dari Yo Kim Tjan, menyimpan piringan hitam versi keroncong lagu tersebut. “Itu piringan hitam selalu saya bawa kemana pun, papi saya (Yo Kim Tjan) bilang ini mesti diselamatin, buat nanti Indonesia,” ungkap Kartika dalam rekaman video saat wawancara dengan Udaya Halim 2014 silam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: