Sejarah dan Ragam Tradisi Memperingati Hari Maulid Nabi, Pertama Kali di Zaman Khalifah Mu’iz li Tahun 341 H
--
NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM - Maulid Nabi diperingati sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, merupakan peristiwa bersejarah. Momentum kelahiran Nabi Muhammad SAW pada 12 Rabiul Awal, diperingati oleh seluruh umat muslim di dunia dengan perayaan Maulidan. Peringatan Maulid Nabi ini biasanya dilaksanakan dengan berbagai ekspresi.
Pada hakikatnya, Maulid Nabi tidak hanya sekadar pengingat sejarah bagi kaum muslim. Akan tetapi juga sebagai pengingat umat muslim dengan sosok nabi terakhir yang begitu mulia kehadirannya.
BACA JUGA:4 Orang Pertama yang Memeluk Islam, Begini Kisah Dakwah Nabi Muhammad dari Makkah hingga Madinah
Menurut sejarahnya, Maulid Nabi pertama kali diadakan pada zaman Khalifah Mu’iz li Dinillah. Ia merupakan khalifah Dinasti Fathimiyah di Mesir yang hidup pada tahun 341 Hijriyah. Perayaan ini pula dilarang di masa Al-afdhal bin Amir al-Juyusy, seorang perdana menteri khalifah Al-Musta’ali Dinasti Fathimiyah.
Maulid Nabi kembali diperbolehkan pada masa pemerintahan Amir Li Ahkamillah pada tahun 524 Hijriyah. Yang merupakan seorang pemimpin sekaligus imam di Dinasti Fathimiyah.
Maulid Nabi juga dikenal dengan nama acara syahadatin. Namun banyak ragam masyarakat untuk merayakannya, ragam perayaan tersebut pada umumnya didasarkan pada kebiasaan dan adat istiadat daerah setempat. Masyarakat muslim tak hanya bergembira merayakan kelahiran Baginda Rasulullah, tetapi juga bersyukur atas keteladanan, jalan hidup, dan tuntunan yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
BACA JUGA:Kisah Malaikat Jibril Mencuci Hati Nabi Muhammad SAW dengan Air Zamzam Dalam Bejana Emas
Di Indonesia sendiri tradisi dalam memperingati Maulid Nabi cukup unik, biasanya di ikuti dengan adat budaya setempat.
Berikut beberapa tradisi perayaan Maulid Nabi yang ada di Indonesia :
1. Ampyang
Tradisi ini dirayakan warga Desa Loram Kulon di KabupatenKudus, Jawa Tengah.
Merujuk website resmi Pemerintah Provinsi Jawa Tegah, tradisi ini diperkirakan sudah berlangsung sejak akhir abad 15 pada masa Tjie Wie Gwan, seorang pendakwah Islam keturunan Tiongkok yang juga ikut andil dalam pembangunan Masjid At Taqwa Loram Kulon. Tradisi ini sempat berhenti sekitar tahun 1960-an, namun kembali berjalan pada tahun 1995 hingga sekarang.
Ampyang merujuk pada jenis kerupuk yang terbuat dari tepung, berbentuk bulat dengan warna yang beraneka macam. Warga setempat akan menyiapkan gunungan makanan yang dihias dengan ampyang, kemudian dibagikan ke warga. Makanan yang umum dijumpai adalah nasi kepal yang dibungkus daun jati.
BACA JUGA:Seperti Ini Kepribadian Nabi Musa dan Alasan Namanya Paling Banyak Disebutkan dalam Al Quran
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: