Iklan RBTV Dalam Berita

Dampak El Nino Masih Terasa, Sejumlah Daerah Diprediksi Mulai Hujan Januari Nanti

Dampak El Nino Masih Terasa, Sejumlah Daerah Diprediksi Mulai Hujan Januari Nanti

Sejumlah wilayah belum turun hujan dampak El Nino--

Fenomena El Nino, yang bisa diamati dari peningkatan suhu rata-rata di Samudra Pasifik yang melampaui nilai normal, memiliki implikasi besar. Salah satunya adalah penurunan curah hujan dan perpanjangan musim kemarau yang terjadi di Indonesia sejak beberapa tahun lalu. Transisi cuaca yang terus berlangsung ini memperkirakan bahwa musim hujan baru akan menghampiri sekitar Januari hingga Februari 2024 sebelum berlanjut dengan musim panas.

Kehadiran musim hujan yang singkat ini menjadi perhatian serius karena kemungkinan adanya hujan lebat yang lebih intensif. Ancaman akan bencana terkait air seperti banjir dan longsor semakin menguat dengan kondisi cuaca yang ekstrem ini.

Saat ini, terlihat jelas bahwa perubahan iklim telah membawa dampak yang signifikan: wilayah yang sudah basah cenderung menjadi semakin basah, sementara yang sudah kering akan semakin gersang. Edvin Aldrian menekankan kekhawatirannya terutama terhadap peningkatan kelembaban yang dapat mengakibatkan dampak ekstrem, seperti banjir bandang yang baru saja terjadi di Sumatera Barat.

BACA JUGA:PT Kaldu Sari Nabati Indonesia Buka Lowongan Kerja dengan Peluang Mantap, Lulusan SMA juga Bisa Lamar

Penjelasannya menyoroti salah satu konsekuensi serius dari perubahan iklim, yaitu meningkatnya kejadian curah hujan ekstrem di sebagian besar wilayah dunia. Hal ini menjadi perhatian utama dalam upaya mengantisipasi dan mengelola dampak yang mungkin timbul dari pola cuaca yang semakin tidak stabil akibat perubahan iklim global.

Peningkatan intensitas curah hujan yang menjadi fenomena terkini ini adalah hasil dari pemanasan udara yang berhubungan erat dengan peningkatan kapasitas udara untuk menampung air dan kelembaban. 

Kondisi kedua yang turut berperan adalah adanya curah hujan lokal yang memiliki kekentalan dan konsentrasi tinggi dalam uap air, terutama ketika suhu udara sedang berada pada level yang lebih tinggi. Hal ini mengakibatkan badai besar yang mampu menghasilkan hujan yang lebih deras, serta menyebabkan dampak seperti banjir maupun longsor tanah. 

BACA JUGA:Pinjam Rp 15 Juta di Pinjol BRI Ceria Cicilannya hanya Segini, Pengajuan Tanpa Jaminan

Saat udara mengalami kondisi panas yang berkepanjangan, risiko kebakaran hutan juga meningkat karena kekeringan yang terjadi.

Proyeksi yang menunjukkan terus meningkatnya suhu udara memperlihatkan bahwa fenomena ini akan terus berlanjut di masa depan. Akibatnya, kemungkinan besar kita akan mengalami frekuensi dan intensitas hujan ekstrem yang lebih tinggi, meskipun sulit untuk memprediksi secara pasti. 

Ketika atmosfer menyerap lebih banyak kelembaban, hasilnya adalah pelepasan presipitasi yang lebih besar selama badai. Para ilmuwan memperkirakan bahwa setiap kenaikan suhu udara sebesar 1° Celcius akan mengakibatkan peningkatan intensitas presipitasi sekitar 7 persen selama badai ekstrem. Dalam konteks pemanasan global saat ini, peningkatan intensitas hujan diprediksi bisa mencapai sekitar 10 persen.

BACA JUGA:PT Garudafood Putra Putri Jaya Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan SMA dan SMK, Tanpa Pengalaman Bisa Daftar

Perubahan tidak hanya terjadi pada sisi iklim, tetapi juga pada lanskap yang mengalami perubahan akibat deforestasi dan peningkatan tingkat urbanisasi yang signifikan. Perubahan ini meningkatkan risiko terpapar banjir bagi jumlah orang dan aset yang lebih besar, sekaligus mengurangi efektivitas drainase air hujan.

Selanjutnya, analisis suhu global selama 12 bulan terakhir menunjukkan peningkatan suhu rata-rata global yang signifikan. Studi dari Climate Central mencatat bahwa suhu rata-rata global selama periode tersebut mencapai rekor tertinggi dalam sejarah pencatatan manusia, yang mencerminkan dampak nyata dari perubahan iklim yang terus berlangsung.

Perkiraan menunjukkan bahwa suhu saat ini berada sekitar 1,32°C di atas level pra-industri (1850-1900), melebihi suhu selama 12 bulan terpanas sebelumnya yang mencapai 1,29°C di atas ambang batas. Periode panas terkini ini tercatat lebih tinggi daripada sebelumnya, yang diukur dari bulan Oktober 2015 hingga September 2016. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: