Malam Penuh Keberkahan, Apakah Boleh Berhubungan Suami Istri di Malam Lailatul Qodar?
Apakah boleh berhubungan suami istri pada malam lailatul qadar--
NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM - Malam penuh keberkahan, apakah boleh berhubungan suami istri di malam lailatul qodar? Berikut ulasannya.
Di bulan Ramadan, umat Muslim diwajibkan untuk menahan lapar, haus, serta hawa nafsu dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Selain puasa makan dan minum, orang yang telah menikah juga dilarang untuk melakukan hubungan suami istri di siang hari.
Kendati demikian, Allah telah menghalalkan umat-Nya untuk melakukan hubungan badan di malam hari di bulan Ramadan. Allah Ta’ala berfirman,
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ
Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu.” (QS. Al Baqarah: 187)
BACA JUGA:Tabel KUR Mandiri 2024 Pinjaman Rp 10-50 Juta, Dana Langsung Cair Tanpa Ditunda
Berdasarkan ayat di atas, Allah telah menghalalkan hubungan badan di seluruh malam. Artinya, boleh melakukan hubungan suami istri sepanjang malam bulan Ramadan, termasuk di sepuluh hari terakhir.
Meski berhubungan suami istri pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan diperbolehkan, tapi ada baiknya umat Muslim tetap disibukkan dengan ibadah di malam hari untuk menggapai lailatul qadar.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi contoh dengan memperbanyak ibadahnya saat sepuluh hari terakhir Ramadan. Bahkan, Rasulullah sampai menjauhi istri-istrinya dari berhubungan intim dan mendorong keluarganya untuk melakukan ketaatan pada sepuluh malam terakhir Ramadan. ‘Aisyah mengatakan,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
Artinya: “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari, no. 2024; Muslim, no. 1174)
BACA JUGA:Penting Bagi Suami Istri, Apakah Boleh Berhubungan Setelah Imsak? Begini Penjelasannya
Mengutip dari beberapa sumber yang mengatakan, beberapa ulama menerangkan arti dari 'mengencangkan sarung' dalam hadis tersebut adalah Rasulullah meninggalkan hubungan badan, bahkan menghindari tempat tidur dengan memisahkan diri dari istrinya, dan fokus beribadah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: