Hukum Zakat Fitrah untuk Orang yang Sudah Meninggal dan 3 Syarat Wajib Tunaikan Zakat Fitrah
Hukum Zakat Fitrah untuk Orang yang Sudah Meninggal dan 3 Syarat Wajib Tunaikan Zakat Fitrah--
NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM - Ini hukum zakat fitrah untuk orang yang sudah meninggal, cek juga 3 syarat wajib tunaikan zakat fitrah.
Zakat fitrah memiliki kedudukan penting dalam agama Islam. Zakat fitrah wajib dibayar bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat.
Selain sebagai rukun Islam, zakat fitrah juga dapat menyucikan harta dan jiwa, serta sebagai sarana untuk mengurangi kesenjangan sosial di antara masyarakat.
Ibnu Abbas mengatakan, “Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari lalai dan dosa lisan.
Juga sebagai wahana memberi makan kepada orang-orang miskin. Barangsiapa menunaikannya sebelum shalat, maka zakatnya dapat diterima.
Dan barangsiapa menunaikannya setelah shalat maka itu merupakan sedekah biasa” (HR. Abu Daud dan Ibn Majah).
BACA JUGA:Jangan Disamakan! Begini Niat Zakat Fitrah untuk Anak Laki-laki dan Perempuan
Karena berbagai keutamaan ini, Allah SWT memerintahkan setiap Muslim dari berbagai golongan, baik yang tua, muda, anak-anak, orang kaya, maupun yang memiliki status sosial ekonomi rendah untuk menunaikan zakat fitrah.
Lantas, bagaimana dengan pembayaran zakat bagi mereka yang sudah meninggal?
Dalam syarah al-Alamah al-Syihâb Ahmad Ibnu Hajar al-Haitamî atas Mukhtaşar al-Allamat al-Faqih 'Abdullah Bafadal al-Hardrami, pada Hamisi al-Hawasyi al-Madaniyyah juz ke-II halaman 98 disebutkan:
“Dan wajib zakat fitrah dengan beberapa syarat padanya yaitu mendapatkan waktu wajib. Bahwa ia hidup dengan sifat-sifat yang mendatang ketika masuk matahari malam Id, dengan didapatkannya akhir bagian daripada Ramadhan, dan awal bagian dari Syawal, karena tersandar kedua masa itulah pengertian al-fitri yang tersebut dalam hadits.
BACA JUGA:H-2 Idul Fitri, Pengurus Masjid di Kabupaten Seluma Mulai Salurkan Zakat Fitrah
Serta kewajiban itu karena puasa dan berbuka. Maka dalam tiap satu dari keduanya masuk padanya. Maka disandarkan kewajiban itu kepada keduanya, tidak kepada salah satu dari keduanya, agar tidak melazimkan tahakkum. Tahakkum adalah menghukumkan sesuatu tanpa dasar.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: