Iklan RBTV Dalam Berita

Bolehkah Berkurban dan Akikah dengan Satu Hewan Sekaligus? Ini Pendapat Para Ulama

Bolehkah Berkurban dan Akikah dengan Satu Hewan Sekaligus? Ini Pendapat Para Ulama

Bolehkah Berkurban dan Akikah dengan Satu Hewan Sekaligus? Ini Pendapat Para Ulama--foto:ist

Karena pelaksanaannya pada hari Nahar, niat yang pertama dilaksanakan adalah berkurban, lalu dilanjutkan dengan akikah. Hal itu menjadi lebih utama untuk dilakukan.

Namun, hukum tersebut bisa berubah jika kondisi dan situasi orang tua bayi atau anak tersebut tidak memungkinkan. 

Pelaksanaan kurban dan akikah bisa digabungkan, sehingga niatnya berkurban dan akikah dengan 1 hewan yang sama.

BACA JUGA:4 Dalil Al-Qur'an yang Berisikan Perintah Berkurban, Ketahui Apa Saja Manfaat Berkurban

Ada dua pendapat ulama tentang penggabungan niat dengan 1 hewan tersebut, yaitu pendapat yang membolehkan, seperti imam Ahmad bin Hanbal dan pendapat yang tidak membolehkannya, seperti imam ibn Hajar al-Haitami (salah satu pengikut mazhab Syafii).

Dalam sebuah riwayat diceritakan, Ahmad ibn Hanbal membeli seekor hewan kurban untuk dirinya dan keluarganya. 

Pada saat itu Abdullah, putra beliau masih kecil, maka beliau menyembelih hewan kurban tersebut dengan niat kurban sekaligus akikah Abdullah.

Imam Al-Ramlī, salah satu pengikut mazhab Syafii, berpegang sama dengan imam Ahmad Ibn Hanbal, yaitu membolehkan dan tentu akan menuai pahala dari dua ibadah secara bersamaan. Pahala yang berlipat ganda di hari Nahar.

BACA JUGA:Kurban 1 Ekor Kambing Untuk Satu Keluarga, Begini Ketentuannya

Imam al-Nawawī dalam kitab al-Majmū’, (Juz VIII, Jeddah. Maktabah al-Irsyād, h. 409), mengatakan:

قال  النووي ـ رحمه الله ـ في كتابه المجموع

لو ذبح بقرة أو بدنة عن سبعة أولاد أو اشترك فيه جماعة جاز سواء أرادوا كلهم العقيقة أو أراد بعضهم العقيقة وبعضهم اللحم

“Imam Nawawi berkata: Seseorang menyembelih sapi atau lembu untuk akikah tujuh anak, atau berkongsi, baik meniatkan seluruhnya untuk akikah dan sebagain untuk kurban, maka dibolehkan.”

Analisis rasional pandangan ulama yang membolehkannya dapat dikiaskan kepada beberapa hukum syariat yang lain. 

Misalnya, apabila hari Id bertepatan hari Jumat, maka apabila telah menghadiri dan mendengarkan khutbah Salat Id, maka tidak apa-apa jika tidak melaksanakan salat Jumat lagi pada hari itu. Pendapat ini dipakai dalam mazhab Ḥanābilah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: